JAKARTA, DISWAY.ID – Rencana pengalihan pemberian bahan bakar minyak (BBM) menjadi bantuan langsung tunai (BLT) hingga kini masih menjadi bahan perbincangan di kalangan pakar ekonomi dan pengamat.
Pasalnya, tidak sedikit pihak yang mulai mempertanyakan terkait dampak dari perubahan ini kepada perekonomian.
Terlebih lagi, data terbaru dari survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan penurunan indeks keyakinan konsumen, khususnya pada aspek kondisi ekonomi saat ini, yang mengindikasikan ketidakstabilan daya beli masyarakat, terutama pada kelas menengah dan menengah bawah.
Menurut keterangan Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jakarta, Achmad Nur Hidayat, dengan kondisi tersebut, kebijakan ini justru berisiko besar jika dilaksanakan saat ini, terutama karena kondisi ekonomi yang belum stabil dan daya beli masyarakat yang masih rapuh.
“Daya beli kelas menengah memainkan peran penting dalam perekonomian Indonesia sebagai penggerak utama konsumsi rumah tangga. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa daya beli kelas menengah saat ini sedang tertekan,” ujar Achmad saat dihubungi oleh Disway pada Selasa 12 November 2024.
Selain itu, Achmad juga menambahkan bahwa berdasarkan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dari Bank Indonesia untuk Oktober 2024, komponen “Penghasilan Saat Ini” menurun dari 122,4 di bulan sebelumnya menjadi 117,9.
Selain itu, komponen “Ketersediaan Lapangan Kerja” turun dari 108,2 menjadi 104,7, dan “Pembelian Barang Tahan Lama” turun dari 111,0 ke 107,0.
Penurunan ini menandakan bahwa masyarakat, termasuk kelas menengah, merasakan adanya tekanan dalam hal pendapatan dan kesempatan kerja, serta menurunnya kemampuan untuk melakukan pembelian barang tahan lama.
“BLT yang diberikan pemerintah biasanya hanya menutup sebagian kecil dari kenaikan biaya hidup, terutama jika inflasi melonjak. Masyarakat kelas menengah-bawah, yang penghasilannya pas-pasan, akan merasa tertekan karena BLT yang mereka terima mungkin tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan sehari-hari yang semakin mahal,” tutur Achmad.
Menurut Achmad, kebijakan yang menyebabkan kenaikan harga BBM sering kali mendapat reaksi keras dari masyarakat. Jika pengalihan subsidi dilakukan saat ini, ada risiko ketidakpuasan sosial yang lebih besar, terutama dari kelas menengah yang merasa terabaikan.
“Kelas menengah yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi akan merasa tertekan dengan kenaikan harga BBM yang langsung mempengaruhi pengeluaran rumah tangga mereka,” ucap Achmad.
Sumber: disway.id