JAKARTA, investor.id – Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di angka 49,2 pada Oktober 2024. Indeks ini menunjukkan bahwa masih di bawah tanda krusial tidak ada perubahan 50 selama empat bulan berturut-turut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kondisi PMI yang masih stagnan ini tidak terlepas dari daya beli masyarakat yang melemah. Jika dilihat tidak hanya Indonesia yang mengalami kontraksi manufaktur tetapi negara-negara Asean juga mengalami hal yang sama.
“Di Indonesia kita melihat juga dari segi domestik itu terjadi pelemahan konsumen juga. Nah tentu kita berharap ini bisa recover. Kalau konsumsinya recover kita juga berharap industrinya juga bisa akan terdorong,” ucap Airlangga di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Jumat (1/11/2024).
Upaya mendorong manufaktur dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar baik pasar dalam maupun luar negeri. Kondisi industri berkaitan langsung dengan daya beli. Oleh karena itu, upaya meningkatkan sektor manufaktur harus dilakukan selaras dengan meningkatkan daya beli masyarakat.
“Ya tentu kita akan melihat baik domestik market maupun demand dari eksport market,” imbuh Airlangga.
Hasil kajian S&P Global menyebut bahwa aktivitas pembelian terus turun, memperpanjang periode penurunan saat ini menjadi empat bulan. Penurunan terkini berkaitan dengan tren lemah pada permintaan baru dan produksi.
Dengan permintaan input menurun, kinerja rata-rata vendor membaik pertama kali sejak bulan Mei (meski marginal). Ada bukti bahwa ketersediaan stok di pemasok dan waktu penyelesaian pesanan yang lebih cepat selama bulan Oktober.
Secara terpisah, Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan tren penurunan PMI manufaktur Indonesia sejak pertengahan 2024 menjadi sinyal peringatan serius bagi tim ekonomi pemerintah.
Dengan angka di bawah 50 sejak Juli lalu yang dimulai pada 49,3, kemudian turun ke 48,9 di Agustus, dan stagnan pada 49,2 di September dan Oktober, PMI manufaktur menunjukkan sektor industri nasional terus terkontraksi, mengindikasikan penurunan aktivitas manufaktur secara keseluruhan.
“Kontraksi sektor manufaktur memiliki dampak berantai terhadap perekonomian nasional,” ucap Achmad.
Apalagi manufaktur merupakan tulang punggung bagi penyerapan tenaga kerja, mendorong nilai tambah produk dalam negeri, serta berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto Indonesia. Oleh karena itu, penurunan berkelanjutan di sektor ini bisa berdampak langsung pada tingkat pengangguran, pendapatan masyarakat dan daya beli.
“Untuk mencegah kontraksi sektor manufaktur yang berkelanjutan, tim ekonomi pada pemerintahan baru perlu merefleksikan kebijakan-kebijakan yang telah dijalankan selama dekade terakhir, terutama yang berpotensi melemahkan daya saing manufaktur nasional,” terang Achmad.
Dia mengatakan, dalam 10 tahun terakhir, kebijakan ekonomi yang tidak fokus pada penguatan industri domestik telah menyebabkan industri manufaktur Indonesia mengalami tekanan berat, baik dari sisi biaya operasional, daya saing, maupun penetrasi pasar. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan reformasi struktur biaya dan efisiensi rantai pasok. Tim ekonomi harus segera memperbaiki struktur biaya produksi dengan menurunkan beban biaya energi, bahan baku, dan transportasi.
“Kebijakan yang mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku akan sangat membantu industri lokal agar tidak mudah terdampak fluktuasi harga global,” kata Achmad.
Pemerintah juga harus memberikan dukungan fiskal dalam bentuk insentif pajak, seperti pengurangan pajak penghasilan untuk sektor padat karya dan manufaktur berteknologi tinggi, akan menjadi langkah yang strategis untuk merangsang investasi dan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri.
“Subsidi atau bantuan fiskal untuk industri-industri strategis dapat membantu sektor manufaktur tetap kompetitif,” terang Achmad.
Pada saat yang sama, pemerintah harus melakukan penguatan pasar domestik melalui kebijakan yang mendorong Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada proyek-proyek pemerintah bisa menciptakan permintaan yang stabil untuk produk manufaktur dalam negeri serta mengurangi ketergantungan pada pasar ekspor, dan meningkatkan penyerapan produk lokal.
Sumber: investor.id