MerahPutih.com – Rencana masuknya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ke pemerintahan Prabowo Subianto menuai sorotan. Sebab, semua partai politik akan mendukung Presiden terpilih itu.

Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai pemerintahan tanpa oposisi berpotensi menghasilkan banyak kebijakan populis yang justru merugikan masyarakat.

“Pemerintah tanpa oposisi sering kali terdorong untuk mengeluarkan kebijakan ekonomi populis guna mempertahankan dukungan politik,” ujar Achmad kepada wartawan dikutip Jumat (11/10).

Menurut Achmad, hal ini bisa terjadi karena kurangnya mekanisme check and balances setelah hilangnya oposisi.

Padahal, oposisi dianggap memiliki peran krusial untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan memberikan kritik konstruktif terhadap kebijakan yang dijalankan, termasuk kebijakan ekonomi. Hal ini membuat pemerintahan berpotensi berjalan tanpa pengawasan memadai.

Achmad menyebutkan, ketika tidak ada kekuatan yang mampu menantang atau mempertanyakan kebijakan pemerintah, kebijakan ekonomi yang dihasilkan berpotensi tidak didasarkan pada evaluasi menyeluruh. Alhasil terjadi inefisiensi dalam alokasi sumber daya negara.

Begitu juga dengan berbagai konsekuensi negatif dapat muncul yang berdampak langsung pada stabilitas ekonomi jangka panjang.

“(Pemerintahan tanpa oposisi) membuka ruang bagi keputusan ekonomi yang keliru, tidak efektif, atau bahkan merugikan,” ucap Achmad.

Bahkan, menurut Achmad, kebijakan populis cenderung mengganggu kestabilan fiskal negara ke depannya.

“Peningkatan belanja negara untuk program-program populis dapat menyebabkan defisit anggaran yang besar dan meningkatkan utang negara,” ucapnya.

Ia memandang, oposisi yang sehat merupakan elemen penting dalam sistem demokrasi.

“Sebab memiliki fungsi sebagai pengawas dan pengimbang dalam proses pengambilan kebijakan publik,” tutup Achmad yang juga ekonom dari UPN Veteran Jakarta ini.

Sumber: merahputih.com