MoneyTalk, Jakarta – Langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6% merupakan respons positif terhadap kondisi ekonomi yang masih penuh ketidakpastian. Penurunan suku bunga ini diharapkan mampu merangsang pemulihan ekonomi nasional, dengan memberikan stimulus tambahan pada sektor riil, khususnya investasi dan konsumsi. Namun, kebijakan moneter semacam ini akan lebih efektif jika diimbangi dengan kebijakan fiskal yang sejalan.

Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta, dalam tulisannya mengungkap pentingnya harmonisasi kebijakan fiskal dan moneter untuk memperkuat dampak positif bagi ekonomi. Kebijakan moneter yang akomodatif, seperti penurunan BI-Rate, harus disertai dengan langkah-langkah fiskal yang tepat guna mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.

Penurunan BI-Rate perlu diiringi dengan kebijakan fiskal yang tidak menambah beban masyarakat dan dunia usaha. Dalam situasi ini, langkah-langkah seperti menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tarif KRL, serta tarif listrik dan BBM menjadi krusial. Kenaikan PPN misalnya, dapat menghambat konsumsi dengan menaikkan harga barang dan jasa, sehingga mengurangi efek positif dari penurunan suku bunga.

Penundaan kenaikan pajak kendaraan bermotor dan tarif tol juga akan mengurangi biaya logistik dan menjaga harga-harga tetap stabil. Dengan begitu, daya beli masyarakat tetap terjaga dan konsumsi domestik sebagai pendorong utama ekonomi akan tetap kuat.

Kebijakan ini sangat penting, terutama bagi kelas menengah yang merupakan tulang punggung perekonomian. Penurunan suku bunga acuan diharapkan mampu meringankan beban kredit konsumsi dan usaha, memungkinkan pengusaha untuk lebih mudah mengakses modal murah. Hal ini akan mendorong investasi dan ekspansi usaha, serta meningkatkan daya beli kelas menengah.

Namun, dampaknya akan lebih maksimal jika dibarengi dengan kebijakan fiskal yang mendukung. Penundaan kenaikan berbagai tarif dan pajak akan langsung meringankan pengeluaran rumah tangga dan sektor usaha, sehingga memperkuat konsumsi dan investasi.

Penurunan suku bunga acuan seringkali menimbulkan kekhawatiran mengenai arus keluar modal asing dan melemahnya nilai tukar Rupiah. Namun, dalam konteks ekonomi global yang penuh ketidakpastian, investor cenderung mencari stabilitas jangka panjang. Dengan kebijakan moneter yang akomodatif dan fiskal yang stabil, ekonomi domestik yang lebih kuat akan lebih menarik bagi investor.

Bank Indonesia juga memiliki instrumen untuk menjaga stabilitas nilai tukar, seperti intervensi pasar valas dan pengelolaan cadangan devisa yang cukup.

Harmonisasi kebijakan fiskal dan moneter diperlukan untuk mendorong pemulihan ekonomi yang lebih cepat dan inklusif. Penurunan BI-Rate yang diikuti dengan langkah-langkah fiskal seperti penundaan kenaikan pajak dan tarif akan memberikan stimulus yang lebih kuat bagi pertumbuhan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat, serta mencegah inflasi. Dengan kebijakan yang tepat dan terkoordinasi, Indonesia dapat memperkuat ketahanan ekonominya di tengah ketidakpastian global.

Sumber: moneytalk.id