JAKARTA, DISWAY.ID – Rencana Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk memindahkan mega proyek lumbung pangan nasional atau Food Estate dari wilayah Kalimantan ke wilayah Merauke, Papua dinilai oleh para Ekonom sebagai solusi yang kurang efektif.
Menurut keterangan Ekonom sekaligus Dosen Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Jakarta, Achmad Nur Hidayat, solusi untuk memindahkan proyek Food Estate ke Merauke, Papua sekilas terdengar sebagai solusi yang pragmatis.
Namun, ia juga menilai bahwa hal ini berpotensi untuk menimbulkan masalah baru yang lebih serius.
Hal ini, Achmad melanjutkan, disebabkan oleh beberapa faktor. Yang pertama adalah karena Papua memiliki kondisi geografis dan sosial yang sangat kompleks, serta tantangan infrastrukturnya sangat signifikan. Akses transportasi dan logistik di wilayah ini masih sangat terbatas, yang akan meningkatkan biaya produksi dan distribusi.
“Tanpa infrastruktur yang memadai, hasil dari food estate akan sulit dipasarkan dengan efisien, menambah beban pada anggaran dan bisa menghambat tujuan ketahanan pangan nasional,” jelas Achmad saat dihubungi oleh Disway pada Jumat 27 September 2024.
Selain itu menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks pembangunan infrastruktur di Papua masih berada di level yang rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, dengan skor 48,9 (dari 100), jauh di bawah rata-rata nasional.
Tidak hanya itu, akses jalan dan transportasi di wilayah pedalaman Papua sangat terbatas, sementara biaya logistik di Papua diketahui mencapai 3-5 kali lebih mahal dibandingkan dengan wilayah di Indonesia bagian barat.
“Distribusi hasil panen dari food estate akan memerlukan investasi besar di sektor logistik. Ini menambah beban anggaran dan menghambat ketahanan pangan nasional karena tingginya cost per unitproduksi dan distribusi,” jelas Achmad.
Dilansir dari laporan Kementerian Pertanian (Kementan), proyek food estate di Kalimantan Tengah, yang diluncurkan pada 2020, hanya mencapai 23 persen dari target produksi yang diharapkan. Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan ini, termasuk tanah yang tidak cocok dan kurangnya teknologi pertanian yang tepat untuk lahan marginal.
Atas dasar inilah, Achmad menilai bahwa proyek food estate di Papua juga memiliki kemungkinan besar untuk mengalami nasib serupa.
“Ketergantungan pada skala besar tanpa pertimbangan diversifikasi dan teknologi modern yang sesuai untuk kondisi lokal cenderung kurang efektif dalam jangka panjang,” pungkas Achmad.
Sumber: disway.id