JAKARTA, investor.id – CEO dan CO Founder Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan daya beli masyarakat dengan memastikan pendapatan yang memadai melalui kebijakan upah minimum dan program bantuan sosial yang efektif. Hal ini bertujuan agar inflasi dapat terkendali dan target pembangunan ekonomi tercapai.
“Selain itu, pemerintah perlu mendorong investasi menjadi kunci, dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui penyederhanaan peraturan dan insentif fiskal,” kata Achmad kepada Investor Daily di Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Dukungan terhadap sektor UMKM, lanjut dia, merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Untuk itu, dukungan harus terus ditingkatkan dengan memberikan akses yang lebih mudah ke pembiayaan dan pelatihan keterampilan.
Stabilitas harga pangan dan energi harus dijaga untuk menghindari fluktuasi yang tajam, sementara kebijakan moneter yang tepat oleh Bank Indonesia (BI) perlu terus diadopsi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Investasi dalam infrastruktur, peningkatan keterampilan tenaga kerja melalui program pendidikan dan pelatihan vokasi, serta reformasi birokrasi untuk mengurangi korupsi akan meningkatkan efisiensi ekonomi.
Diversifikasi ekonomi dengan mengembangkan sektor-sektor baru seperti teknologi informasi, pariwisata, dan industri kreatif juga penting untuk mengurangi ketergantungan pada sektor-sektor tertentu.
Terakhir, monitoring dan evaluasi kebijakan yang diterapkan harus dilakukan secara konsisten untuk memastikan efektivitas dan melakukan penyesuaian yang diperlukan berdasarkan data dan perkembangan terkini.
“Dengan langkah-langkah ini, pemerintah dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih stabil dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” katanya.
Ilustrasi Inflasi
Lemahnya Daya Beli
Akademisi dari UPN Veteran Jakarta ini menilai deflasi sebesar 0,18 persen pada Juli 2024 tampaknya lebih disebabkan oleh lemahnya daya beli publik. Stagnasi pendapatan masyarakat mengakibatkan konsumen lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka.
“Hal ini menyebabkan permintaan barang dan jasa menurun, yang pada gilirannya menekan harga-harga turun,” kata Achmad.
Meskipun inflasi tahunan masih sebesar 2,13 persen, yang menunjukkan kenaikan harga barang dan jasa dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian, situasi deflasi pada bulan Juli mengindikasikan adanya ketidakpastian ekonomi di kalangan konsumen.
“Kewaspadaan dalam belanja dan penurunan daya beli bisa menghambat pertumbuhan ekonomi jika tidak segera diatasi,” ujarnya.
Dia menilai upaya pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kelihatannya belum memuaskan.
Ilustrasi ekonomi. (Foto: Pixabay)
Inflasi tahunan yang relatif rendah sebesar 2,13 persen menunjukkan bahwa belum tercipta pertumbuhan ekonomi yang diharapkan normal sebagaimana sebelum masa Covid-19.
“Angka ini mencerminkan bahwa meskipun inflasi terkendali, permintaan domestik masih belum pulih sepenuhnya,” katanya.
Deflasi 0,18 persen pada Juli 2024 juga mencerminkan sinyal adanya penurunan permintaan domestik. Penurunan harga barang dan jasa ini menunjukkan bahwa masyarakat cenderung menahan belanja, kemungkinan karena ketidakpastian ekonomi dan kekhawatiran tentang masa depan.
“Lemahnya pertumbuhan ekonomi mempengaruhi daya beli masyarakat yang mengalami stagnasi pendapatan. Pendapatan yang tidak bertumbuh, ditambah dengan kehati-hatian dalam belanja, mencerminkan bahwa upaya pemulihan ekonomi belum mencapai hasil yang optimal,” katanya.
Menurut dia, pemerintah perlu terus berupaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui kebijakan yang mendukung peningkatan pendapatan dan menciptakan iklim ekonomi yang lebih stabil dan kondusif untuk pertumbuhan.
Sumber: investor.id