Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta
Kebijakan wajib asuransi pihak ketiga untuk kendaraan bermotor di Indonesia yang direncanakan mulai Januari 2025 menuai berbagai kritik dan penolakan. Salah satu alasan utama penolakan adalah ketidakmungkinan menggabungkan pembayaran pajak dan asuransi dalam satu skema.
Pajak kendaraan bermotor merupakan kewajiban kepada negara untuk kontribusi pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik, sedangkan asuransi adalah produk keuangan yang memberikan perlindungan terhadap risiko tertentu. Menggabungkan kedua kewajiban ini bisa menimbulkan kebingungan dan mengaburkan tujuan masing-masing.
Selain itu, asuransi sebaiknya tetap menjadi pilihan opsional bagi pemilik kendaraan, bukan kewajiban. Setiap individu memiliki kondisi keuangan dan kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga memaksakan asuransi sebagai kewajiban dapat memberatkan sebagian masyarakat yang mungkin tidak membutuhkan atau tidak mampu membayar premi asuransi tersebut.
Penolakan juga muncul karena pemerintah belum memberikan penjelasan yang memadai tentang urgensi dan kategori kendaraan yang diwajibkan asuransi. Ketidakjelasan ini menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian di kalangan pemilik kendaraan.
Premi asuransi yang diwajibkan akan menambah beban finansial bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang sudah berjuang untuk membayar pajak kendaraan tahunan.
Dengan premi asuransi yang harus dibayar bersamaan dengan pajak kendaraan, biaya total yang harus dikeluarkan setiap tahun akan meningkat signifikan, yang bisa menjadi beban tambahan bagi pemilik kendaraan.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu melakukan kajian mendalam mengenai kemampuan masyarakat membayar premi asuransi dan memberikan penjelasan yang rinci serta transparan mengenai alasan di balik kebijakan ini serta bagaimana implementasinya akan dilakukan.
Sosialisasi yang jelas dan komprehensif kepada masyarakat tentang manfaat dan kewajiban asuransi TPL juga sangat penting. Pemerintah dan pelaku industri asuransi dapat bekerja sama untuk memberikan informasi yang tepat dan mudah dipahami oleh masyarakat.
Selain itu, untuk meningkatkan kesadaran dan inklusi asuransi tanpa memberatkan masyarakat, pemerintah dan pelaku industri asuransi dapat bekerja sama untuk memberikan asuransi kendaraan sebagai bagian dari paket pembelian kendaraan baru diluar mekanisme pajak.
Asuransi ini dapat diberikan secara gratis atau dengan biaya minimal untuk jangka waktu tertentu, misalnya dua tahun pertama. Untuk mengurangi beban masyarakat, premi asuransi juga dapat diambil sebagian dari pajak tahunan kendaraan, misalnya 50% dari total pajak yang dibayarkan.
Dengan cara ini, beban finansial tambahan yang harus ditanggung oleh pemilik kendaraan dapat diminimalkan, sementara pemerintah memastikan bahwa setiap kendaraan tetap memiliki perlindungan asuransi.
Dengan mempertimbangkan masukan dari masyarakat, melakukan kajian mendalam, dan mengembangkan strategi yang lebih inklusif dan tidak memberatkan, tujuan memberikan perlindungan asuransi yang lebih baik dapat tercapai tanpa menambah beban yang berlebihan bagi masyarakat.
Sumber: neraca.co.id