NERACA Jakarta – Kepergian pemilik Texmaco Group, MS, yang berstatus Cekal ke luar negeri (LN) dengan leluasa kemungkinan besar “diatur” oleh oknum orang dalam Kementerian Hukum dan HAM dan Imigrasi, karena instansi pemerintah tersebut yang memiliki kewenangan tersebut.

Pengusaha MS disebut-sebut bisa dengan leluasa bepergian ke luar negeri karena sudah mempunyai hubungan dekat sejak lama dengan oknum di Kementerian Hukum dan HAM. “Karena diatur oleh pejabat tersebut, MS sudah sekitar dua kali bepergian ke India dan Dubai,” ujar sumber di bandara kepada Neraca di Jakarta, Senin (3/6).

Oknum pejabat tersebut (Jn) menurut sumber tadi, merupakan orang dekat dengan petinggi KemenhumHAM dan Imigrasi. “Kalau tidak salah, pak Jn pernah menjabat anggota DPR-RI,” ujarnya.

Sebelumnya pemilik Texmaco Group itu disebut-sebut leluasa bepergian ke luar negeri. Padahal, debitur dengan utang terbesar di negeri ini diketahui masih berstatus dicekal atas permintaan Tim Satgas BLBI Kemenkeu.

Pemilik Texmaco Group itu sebenarnya masih dicekal oleh Dirjen Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, atas permintaan Ketua Satgas BLBI/Dirjen Kekayaan Negara. Status Cekal tersebut karena MS tidak pernah membayar utangnya. “Karena tidak pernah membayar sepeser pun utangnya kepada negara, Sinivasan sebelumnya juga dicekal beberapa kali oleh Menteri Keuangan,” ujar seorang pejabat Satgas BLBI.

Berdasarkan perhitungan Satgas BLBI, MS memiliki utang sekitar Rp 92 triliun. Jumlah ini, merupakan akumulasi dari utang pokok ditambah bunga berbunga, biaya dan denda keterlambatan bayar, pajak, dan biaya lainnya.

Satgas BLBI pernah memanggil bos Texmaco Group MS terkait utang BLBI senilai Rp32,8 triliun dan US$3,9 miliar atau Rp59,2 triliun (kurs Rp15.155 per US$). Utang MS jika digabungkan senilai Rp92 triliun. Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban dalam pengumuman yang dipublikasikan di media ekonomi Senin (27/3/2023) memperinci total oustanding tagihan kepada debitur tersebut terdiri dari kewajibannya sebagai obligor Bank Putra Multikarsa senilai Rp790,5 miliar. Selanjutnya utang Grup Texmaco senilai Rp31,7 miliar dan US$3,9 miliar, utang PT Jaewon Jaya Indonesia senilai Rp147,7 miliar, serta utang PT Super Mitory Utama senilai Rp145,6 miliar.

Dengan status cekal itu, kata sumber bandara, MS sama sekali tidak diperbolehkan ke luar negeri, kecuali untuk urusan kemanusiaan, seperti alasan berobat.

“Tapi alasan berobat pun harus mendapat izin tertulis dari Satgas BLBI dan surat keterangan dari dokter atau rumah sakit yang menangani sakit yang diderita Sinivasan.”

Sedangkan kepergian yang bersangkutan baik ke India maupun Dubai, disebut-sebut sebagai urusan bisnis.

Sanksi Hukum yang Tegas

Menurut Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat MPP, Satgas BLBI harus memperkuat pengawasan terhadap daftar cekal yang ada, memastikan bahwa setiap individu dalam daftar tersebut benar-benar dilarang keluar negeri tanpa kecuali.

Koordinasi yang baik antara Satgas, pihak Imigrasi, dan Kementerian Hukum dan HAM sangat penting untuk menghindari kebocoran informasi dan tindakan ilegal yang melibatkan oknum. “Selain itu, Satgas harus memastikan bahwa setiap pelanggaran yang terjadi mendapatkan sanksi hukum yang tegas,” ujar Nur Hidayat.

Bagi pengusaha yang melanggar status cekal, menurut dia, mereka harus menghadapi konsekuensi hukum yang berat, termasuk denda besar dan perpanjangan status cekal mereka. Penegakan hukum ini akan memberikan efek jera dan mencegah pengulangan kasus serupa di masa depan.

Sumber: neraca.co.id