Oleh Achmad Nur Hidayat MPP (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)
Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) yang diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2024 telah menimbulkan kontroversi.
Selain masalah beban finansial yang meningkat bagi pekerja dan pengusaha, ada kekhawatiran besar tentang efek akumulasi dana dan compound interest yang justru bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola dengan baik.
Salah urus tabungan perumahan rakyat bisa merusak reputasi Presiden sendiri dan reputasi institusi negara secara keseluruhan.
Hilangnya Opportunity Benefit Karena Salah Kelola
Salah satu risiko utama TAPERA adalah potensi salah kelola dana. Dana yang diakumulasi dari potongan gaji pekerja dan pemberi kerja mencapai jumlah yang sangat besar.
Tanpa manajemen yang profesional dan akuntabel, dana ini berisiko disalahgunakan atau diinvestasikan pada instrumen yang tidak menguntungkan.
Pengalaman dengan berbagai program pemerintah sebelumnya, seperti dana BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, menunjukkan bahwa pengelolaan dana publik sering kali tidak optimal.
Kesalahan dalam investasi dapat menyebabkan hilangnya opportunity benefit yang seharusnya bisa diperoleh peserta.
Peluang Perilaku Korupsi dan Penggunaan Dana yang Ugal-ugalan
Kekhawatiran lain adalah risiko korupsi dan penggunaan dana yang ugal-ugalan. Indonesia memiliki sejarah panjang masalah korupsi dalam pengelolaan dana publik.
Jika dana TAPERA dikelola dengan cara yang tidak transparan dan tidak diawasi dengan ketat, risiko korupsi menjadi sangat nyata. Selain itu, penggunaan dana jangka panjang secara sembrono dapat merusak tujuan utama program ini.
Misalnya, investasi pada proyek-proyek yang tidak memberikan pengembalian optimal atau yang memiliki risiko tinggi dapat menggerus nilai dana yang terkumpul.
Risiko Compound Interest yang Tidak Optimal
Meskipun compound interest dapat meningkatkan nilai dana secara signifikan, risiko juga datang dari sini. Jika investasi yang dilakukan tidak memberikan pengembalian yang diharapkan, efek compound interest justru bisa memperbesar kerugian.
Alih-alih menghasilkan manfaat besar bagi peserta, dana TAPERA yang tidak dikelola dengan baik bisa merugikan pekerja yang sudah mengorbankan sebagian gajinya untuk program ini. Pengalaman buruk dengan pengelolaan dana haji oleh BPKH dan dana pendidikan oleh LPDP menunjukkan bahwa imbal hasil yang menurun dapat mengurangi manfaat yang diterima oleh peserta.
Kesimpulan
Meskipun TAPERA PP21/2024 memiliki tujuan mulia untuk membantu pekerja memiliki rumah, risiko besar dalam hal pengelolaan dana tidak bisa diabaikan.
Efek akumulasi dana dan compound interest bisa menjadi bumerang jika tidak dikelola dengan profesional dan transparan. Potensi salah kelola, perilaku korupsi, dan penggunaan dana yang ugal-ugalan dapat merugikan peserta TAPERA.
Oleh karena itu, kebijakan ini sebaiknya ditolak atau dirombak dengan mekanisme yang lebih transparan dan akuntabel untuk melindungi kepentingan pekerja dan publik. Tidak perlu diwajibkan dan cukup penguatan BPJS Ketenagakerjaan.