HARIANTERBIT.com – Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat MPP memperingatkan, lonjakan harga beras bisa mencapai hingga Rp30.000 per kilogram di tengah kondisi ekonomi yang fluktuatif.
Peringatan Nur Hidayat tersebut bukan tanpa alasan, melainkan didasarkan pada serangkaian faktor dan kebijakan yang jika tidak segera ditangani, dapat memperburuk kondisi ketersediaan dan aksesibilitas beras bagi masyarakat luas.
“Salah satu penyebab utama yang dapat mendorong harga beras ke angka tersebut adalah kebijakan penggunaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk bantuan sosial menjelang pemilu 2024,” kata Achmad Nur Hidayat di Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2022, yang mengalihkan tanggung jawab penyaluran bantuan pangan beras dari Kementerian Sosial (Kemensos) kepada Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perum Bulog, telah menciptakan ambiguitas dalam peran Badan Pangan Nasional.
“Alih-alih memastikan ketersediaan stok beras, badan ini kini juga bertugas sebagai penyalur bantuan sosial. Akibat kebijakan tersebut, stok beras yang seharusnya aman dan mencukupi menjelang bulan puasa dan Lebaran kini berisiko menipis drastis,” jelasnya.
Pada awal Januari, Bulog melaporkan memiliki stok beras sebanyak 1,4 juta ton. Namun, angka tersebut terkikis cepat akibat penyaluran bantuan sosial yang membutuhkan sekitar 660 ribu kg beras pada setiap tahapnya. Dengan kebutuhan yang besar dan stok yang berkurang, harga beras di pasaran terancam melonjak.
Selain itu, kebijakan impor beras yang diambil sebagai solusi jangka pendek juga menghadapi tantangan berat.
“Negara-negara pengekspor beras utama seperti Vietnam, Thailand, dan China telah mengumumkan kebijakan untuk tidak menjual berasnya ke luar negeri. Hal ini meningkatkan risiko kegagalan impor, yang jika terjadi, dapat mempercepat lonjakan harga beras,” terangnya.
Achmad Nur Hidayat mengingatkan pentingnya beras sebagai komoditas pokok, situasi ini memerlukan tindakan cepat dan korektif dari DPR dan masyarakat sipil. Menurutnya DPR dan masyarakat sipil perlu melakukan Evaluasi dan Revisi Kebijakan: Memeriksa ulang kebijakan penggunaan CBP untuk bantuan sosial dan menimbang kembali kebijakan impor beras.
Terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen mengungkapkan, kenaikan harga beras dan sejumlah bahan pokok harusnya bisa dikendalikan oleh seorang pemimpin negara yang telah dipilih rakyat.
“Kalau semua kebutuhan pokok naik, artinya negara ini salah urus, salah dalam memilih pemimpin bangsa. Jadi intinya semuanya tergantung pilihan rakyat Indonesia karena sudah diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan, pergantian pemimpin bangsa, tokh sudah begini hasilnya maka rakyat Indonesia, silakan nikmati hasilnya karena sudah terjadi,” paparnya.
Imbas meroketnya harga beras dan sembako, ratusan buruh yang tergabung Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga melakukan aksi, Kamis (29/2/2024). Ratusan buruh itu berasal dari Jabodetabek, Jawa Barat, Tangerang Raya, Serang dan Cilegon. Aksi yang gelar dari pukul 10.00 WIB berlangsung di Patung Kuda Indosat – Istana Merdeka, Jakarta.
Aksi dipimpin langsung Ketua KSPI Said Iqbal. Dalam aksinya buruh mengusung tiga tuntutan rakyat (TRITURA), yaitu: Turunkan Harga, 2. Cabut Omnibus Law, 3. Tegakkan Pemilu Bersih.
Said Iqbal mengatakan, kenaikan harga-harga barang pokok, seperti beras, telur, dan barang pokok lainnya menyebabkan daya beli masyarakat berkurang hingga 30 persen lebih. Kondisi tersebut, kata Said, diperparah dengan kenaikan upah buruh tahun ini yang hanya berkisar 2-4 persen saja.
“Buruh mendesak dengan keras agar pemerintah bisa menurunkan harga bahan pokok segera. Terlebih, sebentar lagi akan memasuki Bulan Suci Ramadan, sehingga kebutuhan bahan pokok akan semakin liar dan tak terkendali,” jelasnya.
Sumber: harianterbit.com