Siapapun presiden yang terpilih dalam Pilpres 2024, bakal menghadapi masalah besar. Yakni proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang tak laku di mata investor, alhasil biaya pembangunannya akan membebani APBN.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institue, Achmad Nur Hidayat, menerangkan, uang negara sebesar Rp29 triliun digelontorkan untuk pembangunan IKN Nusantara, selama 2 tahun. “Terdiri dari APBN 2022 sebesar Rp5,1 triliun. Dan, APBN 2023 sebesar Rp23,9 triliun. Totalnya menjadi Rp29 triliun,” tuturnya kepada Inilah.com, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Kalau tahun depan masih dibiayai APBN, proyek IKN Nusantara yang nilai investasinya Rp466 triliun, bakal menjadi masalah serius bagi presiden selanjutnya. Karena, APBN semakin berat, ancaman defisit membesar. Mau tak mau, pemerintah harus menambalnya dengan utang baru. Hingga 31 Maret 2023, utang pemerintahan Jokowi menggunung hingga Rp7.879,07 triliun.

Kondisi ini, kata Nur Hidayat, merupakan konsekuensi logis dari sepinya investor yang tertarik masuk ke IKN Nusantara. Apalagi, proyek ini menjadi fokus utama dari Presiden Jokowi. “Bila realiasasi investor belum masuk sampai akhir 2023, sebaiknya APBN 2024 tidak perlu lagi diberikan kepada IKN lagi,” tuturnya.

Sangat disayangkan, dana sebesar Rp29 triliun yang digelontorkan pemerintah untuk IKN Nusantara selama dua tahun, setara dengan anggaran Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp28,7 triliun.

Jelaslah, program PKH yang menyasar 10 juta KPM (Keluarga Penerima Manfaat) tak kalah pentingnya dengan mega proyek IKN Nusantara. Bahkan bisa lebih penting karena menyangkut nasib 10 juta keluarga. Yang setara dengan 40 juta rakyat Indonesia.

“Sedih, dana Rp29 triliun yang sudah dikeluarkan negara untuk IKN Nusantara, belum berwujud apa-apa. Beda dengan program PKH yang sudah jelas manfaatnya untuk 10 juta keluarga Indonesia. Seandainya Rp28 triliun ditambahkan untuk PKH, semakin banyak rakyat Indonesia yang tertolong,” bebernya.

Penggunaan APBN untuk membiayai IKN Nusantara, diprediksi totalnya mencapai Rp89,4 triliun. Sisanya berasal dari skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dengan swasta sebesar Rp253,4 triliun, dan BUMN serta BUMD Rp123,2 triliun. Totalnya mencapai Rp466 triliun.

Sayangnya, kata Nur Hidayat, dua tahun berlalu, pembiayaan KPBU dengan swasta, masih nol besar. Pun demikian skema pembiayaan melalui BUMN dan BUMD. “Padahal, Presiden Jokowi saat groundbreaking pada Agustus 2022, mengatakan investor IKN antri,” tuturnya.

Bila tak ada investor yang membenamkan modalnya di IKN Nusantara hingga akhir 2023, kata Nur Hidayat, APBN 2024 sebaiknya tak diotak-atik lagi.

“Alangkah baiknya APBN 2024 fokus untuk memperkuat program pembangunan SDM dan pendidikan, serta mitigasi penurunan daya beli masyakarat yang terdampak resesi global 2023. Ketimbang harus membiayai IKN Nusantara,” imbuhnya.

Investasi ‘Cek Kosong’ IKN Nusantara

Ya, Nur Hidayat benar, Hingga detik ini, belum satupun investor kakap masuk ke IKN Nusantara.

Pernyataan jujur Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono bahwa belum ada realisasi investasi di IKN Nusantara, layak diberi jempol.

Sejauh ini, investor hanya mengaku-aku kepincut membangun bisnis di IKN Nusantara. Mereka baru menyerahkan letter of Intent (LoI) yang masih belum konkret. Tak lebih dari cek kosong.

“Belum (investasi belum ada yang terealisasi). Sekarang yang dikerjakan yang APBN semua,” kata Menteri Basuki pada 2 Mei 2023.

Salah satu alasan investor belum masuk ke IKN Nusantara, kata Menteri Basuki, terkait aturan teknis pembelian tanah yang belum rampung dibahas. Khususnya menyangkut bagaimana tata cara pembelian tanah di IKN Nusantara.

“Misalnya ada investor akan membangun rumah sakit di lahan seluas 5 hektare, belinya (tanah) bagaimana,” kata Menteri Basuki.

Untuk itu, Menteri Basuki berharap, Badan Otoritas IKN Nusantara segera merampungkan aturan pembelian tanah. “Nah, sekarang mereka sedang menyelesaikan SOP-nya,” lanjut kader PDI Perjuangan itu.

Bagaimana suara pengusaha? Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, menyatakan, pengusaha masih wait and see untuk investasi di IKN Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim).

“Ada masalah siber, masalah tanahnya gimana, insentif apa. Atau kelangsungan listrik, pasti banyak pertanyaan. Ini kan membangun kota baru,” kata Arsjad di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, Selasa (23/5/2023).

Arsjad mengibaratkan, investor dan pemerintah, saat ini, masih dalam tahap pacaran. Keduanya belum sah menjadi pasangan, karena belum investasi di IKN Nusantara.

Tentu saja, pengusaha atau investor tidak akan gegabah dalam berinvestasi. Paling tidak 3 faktor menjadi pertimbangan. Kepastian hukum, kepastian politik dan kalkulasi ekonomi.

Bisa jadi, dari 3 aspek itu, investor menilai belum saatnya untuk berinvestasi di IKN Nusantara. Kalau sudah begitu, ‘masa pacaran’ akan panjang, bahkan tak jadi menikah. Karena, investor cemplungkan duitnye ke bisnis lain yang lebih aman dan menjanjikan cuan.

Sumber: inilah.com