Populis, Jakarta – Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menyebut manuver politik Kepala Staf Presiden, Moeldoko dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri dianggap sangat mencederai nilai-nilai demokrasi.
Pasalnya, kedua pejabat negara itu terlihat sangat berupaya menjegal pencalonan Anies Baswedan sebagai capres di Pilpres 2024 mendatang. Bahkan, cara-cara yang dilakukan oleh kedua pejabat tersebut sampai menabrak aturan.
“Publik dapat lihat dari manuver-manuver politik saling menjegal dan saling menjatuhkan dengan segala cara,” kata Achmad saat dikonfirmasi, Kamis (13/4/2023).
Achmad menilai, orkestrasi gerakan menghalangi Anies menjadi capres itu sangat kasat mata, seperti Moeldoko dengan mengajukan PK ke Mahkamah Agung dan manuver Firli seputar pemaksaan pidana korupsi pada kasus Formula E.
“Kedua manuver tersebut merupakan cara-cara yang jauh dari kata demokratis dan lebih tepat disebut upaya tidak bermoral yang dilakukan pejabat publik menghalangi kandidat tertentu untuk berkontestasi sebagai Calon Presiden,” ujarnya.
“Publik melihat manuver kepala KSP Moeldoko dan Ketua KPK Firli Bahuri bertujuan untuk menghalang-halangi Anies Baswedan menggunakan hak politiknya untuk dipilih sebagai Presiden 2024-2029,” sambungnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan Moeldoko dan Firli sangat bertentangan dengan UUD 1945 dan ketentuan hukum Pasal 12 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 4 ayat (15) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Ia menjelaskan, bahwa kedua ketentuan tersebut baik UU 5/2014 maupun PP 53/2010 merupakan aturan main bahwa pejabat publik dan aparatur negara tidak seharusnya menggunakan kekuasaan untuk mendukung maupun menghalangi warga negara sah menjadi pemimpin nasional.
“Kepala KSP Moeldoko dan Ketua KPK Firli Bahuri sudah layak dibawa ke meja hijau karena sudah melanggar ketentuan hukum. Apalagi keduanya menggunakan instrumen negara untuk menjegal hak politik seseorang untuk dipilih,” pungkasnya.
Sumber: populis.id