Polemik rangkap jabatan di Kementerian Keuangan Indonesia telah menjadi topik yang cukup kontroversial dalam beberapa tahun terakhir. Rangkap jabatan, atau ketika seseorang memegang lebih dari satu jabatan di instansi yang sama atau berbeda, telah difasilitasi sebagai salah satu faktor penyebab masalah korupsi dan ketidakadilan di Indonesia.

Beberapa pejabat Kementerian Keuangan Indonesia telah difasilitasi melakukan rangkap jabatan, seperti Dirjen Pajak yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Perusahaan Gas Negara (PGN) atau Wakil Menteri Keuangan yang juga menjabat sebagai Komisaris PT Pelabuhan Indonesia II (Persero). Fasilitas rangkap jabatan ini dianggap sebagai bentuk konflik kepentingan yang mendistorsi fokus sehingga dapat mengakibatkan turunnya kinerja dan integritas mereka.

Tentunya rangkap jabatan ini akan disambut gembira oleh mereka dalam hal ini para pejabat Kementerian Keuangan karena penghasilan mereka akan berlipat.

Jika melihat data remunerasi yang didapatkan oleh ASN yang rangkap jabatan sebagaimana dimuat oleh media, disana dapat dilihat bagaimana gaji seorang pejabat Kemenkeu seperti halnya Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan yang juga merangkap sebagai Komisaris PT SMI.

Gaji per bulan yang didapat Dirjen Pajak berdasarkan tunjangan yang diterima (diambil berdasarkan jabatan terendah) sebesar Rp123.276.200 per bulan. Dan sebagai Komisaris PT SMI, Dirjen Pajak mendapatkan remunerasi dari BUMN per bulan Rp2,87 miliar. Sehingga jika diakumulasi dalam kurun waktu sekitar 5 tahun, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) meningkat sekitar Rp8,30 miliar.

Dan banyak lagi yang lainnya yang mendapatkan penghasilan yang fantastis. Wajar para pejabat hidup hedon karena mempunyai gaji yang berlipat-lipat.

Tidak fair bagi rakyat yang seharusnya pendapatan pajak ataupun pendapatan BUMN diserap secara besar-besaran hanya untuk menggaji mereka, yang semestinya masyarakat lebih bisa menikmati seperti tarif PLN lebih murah, BBM lebih murah dan sebagainya.

Apakah status rangkap jabatan para pejabat tersebut berpengaruh besar terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat? Tidak juga.

Faktanya masyarakat dapat merasakan bagaimana naiknya tarif-tarif seperti BBM, Listrik dan lain-lain. Banyak bangunan sekolah yang tidak layak, jalan dan jembatan yang berbahaya untuk dilewati. Sementara para pejabat rangkap jabatan dan keluarganya bisa hidup hedon menghabiskan uang miliaran rupiah.

Untuk menghadirkan rasa keadilan dimata masyarakat dan dikalangan ASN lainnya serta efisiensi dan efektifitas anggaran baik itu APBN maupun BUMN, maka rangkap jabatan khususnya di Kementerian Keuangan ini harus dihilangkan. Seorang pejabat kementerian akan lebih efektif dalam bekerja bila waktu bekerja mereka hanya difokuskan kepada satu jabatan.

Darurat Keuangan Negara

Sementara itu, PPATK baru saja merilis laporan bahwa selama 4 tahun mutasi rekening Rafael Alun Trisambodo (RAT) menembus angka Rp500 miliar. Benar-benar suatu angka temuan yang fantastis dari seorang pejabat pajak.

Lucunya, segala hal ini terbongkar bukan karena temuan dari inspektorat DJP atau pun Kemenkeu dan KPK tapi justru berawal dari tindakan penganiayaan anak Rafael, Mario Dandy. Ini menunjukkan betapa lemah dan bermasalahnya pengawasan di DJP selama ini.

Rafael sendiri dalam LHKPN-nya memiliki harta berjumlah Rp55 miliar atau hanya terpaut Rp2 miliar dari harta Menteri Keuangan Sri Mulyani. Namun temuan terbaru dari PPATK mengungkapkan, selama 4 tahun transaksi keuangan Rafael yang menembus angka Rp500 miliar. Ini benar-benar hal yang mesti di bongkar sampai ke akar-akarnya.

Kuat dugaan RAT ini merupakan pelaku sindikat perpajakan. Yang dengan jabatan yang dimilikinya telah merugikan keuangan negara, dan secara tidak langsung telah menyengsarakan rakyat Indonesia. KPK perlu serius temuan dari PPATK ini. Karena akan membongkar apa yang sebenarnya terjadi di DJP dan Kemenkeu.

Tentu nya dalam menjalankan aksinya tersebut, RAT kemungkinan tidak bekerja sendiri tetapi pasti melibatkan berbagai pihak lain baik dari internal DJP maupun pihak eksternal. Info terbaru juga konsultan pajak Rafael telah kabur ke luar negeri dan menjadi buron.

Sindikat perpajakan ini tentu harus dibongkar sampai ke dasar-dasarnya. Temuan ini juga menunjukkan reformasi pajak dan reformasi keuangan negara yang digaungkan Menkeu Sri Mulyani hanyalah isapan jempol belaka.

Para pejabat pajak se-Indonesia harus segera diperiksa harta dan LHKPN mereka. Jika ada yang terindikasi melakukan tindak kejahatan pajak maka mereka harus ditindak tegas. Harta mereka mesti disita oleh negara dan dimiskinkan, karena tindak kejahatan pajak yang mereka lakukan itu telah menyengsarakan masyarakat.

Inspektorat pajak pun mesti juga ikut diperiksa. Kerja dan kinerja mereka patut dipertanyakan mengapa bisa terjadi kasus seperti Rafael bisa terjadi.Dan ini adalah keadaan yang darurat bagi keuangan negara jika hal ini tidak segera dituntaskan, maka kepercayaan masyakarat untuk membayar pajak akan semakin hilang dan jika itu terjadi maka Indonesia akan berada dalam kondisi darurat karena keuangan negara akan semakin defisit.

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute

Sumber: neraca.co.id