Warta Ekonomi, Jakarta – Achmad Nur Hidayat selaku Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute mengatakan selain ancaman orang asing akan menjadi kaum pribumi mayoritas di IKN baru, PP 12/2023 juga terancam untuk dilakukan Judicial Review.
Ini menurut Achmad karena aturan tersebut banyak menabrak aturan perpajakan dan insentif pajak dan berpotensi menurunkan pendapatan negara di masa depan.
“PP 12/2023 seolah-olah sedang mengobral insentif pajak kepada investor IKN dan mengabaikan potensi penerimaan di masa depan,” kata dia melalui keterangan tertulisnya, Jumat (10/03/23).
Aturan UU Perpajakan tidak pernah menyebutkan adanya insentif berupa pengurangan pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar 100 persen bagi perusahaan di bidang infrastruktur dan layanan umum.
Namun dalam PP 12/2023 pasal 28 (1) disebutkan perusahaan yang beroperasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara tidak akan ditarik PPh badannya alias NOL.
“Dalam Pasal 28 disebutkan, pemberian fasilitas pembebasan PPh Badan 100 persen ini berlaku untuk perusahaan dalam negeri, bukan untuk investor asing. Ini jelas negara akan kehilangan potensi penerimaan negaranya yang sebenarnya rasio pajak Indonesia masih sangat rendah,” katanya.
“Syaratnya, pembebasan PPh Badan 100 persen bisa diberikan jika nilai penanaman modalnya minimal Rp10 miliar. Fasilitas ini hanya berlaku untuk bidang usaha yang memiliki nilai strategis untuk mempercepat pembangunan dan pengembangan IKN, meliputi infrastruktur dan layanan umum, bangkitan ekonomi dan bidang usaha lainnya,” tambahnya.
“Namun, publik melihat aturan PP 12/2023 adalah aturan yang “dipesan” oleh para oligarki nasional dibidang properti agar mereka dapat memperkaya diri sendiri. PP 12/2023 sarat dengan kepentingan mereka dan merugikan kepentingan nasional dan menghilangkan potensi penerimaan negara,” jelasnya.
Bila terjadi perubahan kepemimpinan nasional kata dia, ini adalah peraturan yang harus segera dibatalkan karena lebih banyak kerugiannya bagi publik dan bagi penerimaan nasional.
Sumber: wartaekonomi.co.id