Warta Ekonomi, Jakarta – Skandal kejanggalan Rp300 triliun sebagaimana dikabarkan oleh Mahfud MD telah cukup menyita perhatian publik. Terhadap hal ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memberikan pernyataan bahwa transaksi Rp300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak berarti nilai dari hasil tindak penyimpangan seperti korupsi yang dilakukan oleh pegawai Kemenkeu.

Namun demikian, pakar berpendapat bahwa pernyataan tersebut saja tidak cukup untuk menjadi sebuah klarifikasi.

Mengutip kembali apa yang telah diterangkan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, bahwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Ivan menjelaskan bahwa Kemenkeu bertindak sebagai salah satu penyidik tindak pidana asal dari tindak pencucian uang dalam lingkungan kepabeanan dan cukai serta perpajakan.

“Pernyataan-pernyataan tersebut terlalu dini untuk disampaikan ke publik manakala proses penyelidikan masih berjalan. Walau bagaimanapun jika data informasi yang diserahkan oleh PPATK yang mencakup hasil analisis dan hasil pemeriksaan kepada Kemenkeu dan secara jelas terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang nilainya mencapai Rp300 triliun, maka ini tidak cukup direspon hanya dengan klarifikais bahwa tidak ada korupsi karena tindakan pencucian uang tentunya tindakan yang berkonsekuensi hukum,” tutur Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat dalam pernyataannya pada Rabu (15/3/2023).

Terkait dengan hal tersebut, publik tentunya menilai bahwa kejanggalan-kejanggalan yang terjadi diasumsikan sebagai tindakan penyalahgunaan kekuasaan. Persepsi negatif dari publik tentunya juga tidak mudah untuk dibendung dan diluruskan begitu saja tanpa adanya transparansi dalam proses penyelidikan.

Apalagi publik baru saja beranjak dari kasus penyalahgunaan kekuasaan, yaitu kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ferdi Sambo. Di mana hal ini mengukuhkan persepsi publik bahwa yang nampak saat ini hanya bagian gunung es di permukaan saja.

“Secara makronya publik sudah punya asumsi bahwa apa yang tidak terlihat mungkin saja lebih besar hanya saja belum ada trigger yang membuatnya terkuak sebagaimana kasus kematian Brigadir J yang menguak permainan busuk Ferdi Sambo dalam menggunakan kekuasaannya. Jika menyimak kejanggalan-kejanggalan transaksi senilai Rp300 triliun ini tentunya tidak bisa disederhanakan hanya dengan menyimpulkan segelintir kasus,” terang Achmad.

Ia melanjutkan, “nilai yang terakumulasi ini tentunya akan sangat banyak sekali variabel kejanggalan yang harus dikuak satu per satu sehingga mendapatkan kesimpulan yang lengkap. Artinya kaki dari gunung es ini tidak bisa disikapi dan disimpulkan secara sederhana dan membuat publik terpuaskan hanya dengan satu pernyataan.”

Adapun kini kasus yang tengah berlangsung, yaitu kasus penganiayaan David oleh Mario Dandy yang merupakan anak dari pejabat perpajakan telah berbuah dahsyat menjadi bola salju yang sepertinya semakin menyeret banyak nama di Kementerian Keuangan dan sebaiknya hal ini disikapi secara positif oleh pemerintah sebagai momentum untuk bersih-bersih.

“Jangan mencoba-coba bermanuver karena publik punya nalar yang lebih baik dnegan pengalaman menyimak banyak kasus besar yang terkuak,” tegas Achmad.

Sumber: wartaekonomi.co.id