Jakarta (pilar.id) – Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai, larangan bagi aparatur sipil negara (ASN) untuk menggelar buka bersama (bukber) selama bulan Ramadhan cukup aneh. Menurutnya, ada tiga alasan yang membuat kebijakan itu sebaiknya dicabut kembali.

“Ada 3 keanehan seputar larangan ASN tersebut,” kata Achmar Nur, di Jakarta, Kamis (23/3/2023).

Madnur -sapaan akrab Achmad Nur Hidayat- mengatakan, keanehan tersebut terutama dari sisi tujuan pelarangan, yaitu untuk meminimalisir potensi penularan Covid-19. Menurutnya, kebijakan ini tidak adil karena pemerintah hanya melindungi ASN.

“Kenapa hanya di kalangan ASN dan PNS. Padahal negara harus melindungi seluruh masyarakat Indonesia tidak hanya ASN dan PNS-nya saja. Hal ini tentu membuat publik merasa diperlakukan tidak adil,” kata Madnur.

Di sisi lain, kata Madnur, kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke berbagai pelosok yang melibatkan ASN dan pejabat terus terjadi. Media-media memberitakan kumpulan massa yang timbul dari kunjungan-kunjungan tersebut.

Ketiga, ASN dilarang kumpul bersama Ramadhan, tetapi ribuan perangkat desa hadir di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Mereka, kata Madnur, bahkan diizinkan menggunakan fasilitas negara. “Ribuan undangan juga hadir pada acara nikahan putra Presiden Jokowi. Termasuk konser-konser musik seperti Blackpink dan Dewa 19 yang mendatangkan ribuan orang,” tegasnya.

Melihat 3 keanehan tersebut, membuat publik bertanya-tanya seolah-olah pemerintah menerapkan double standar bila terkait dengan kegiatan keagamaan khususnya umat Islam. Dalam hal ini, dikhawatirkan muncul persepsi bahwa kaum muslimin memang sedang didiskriminasi oleh negara.

“Padahal tahun baru dan hari raya agama lain pun tidak ada imbauan serupa. Tentunya hal ini pun memunculkan asumsi dari sebagian kaum muslimin bahwa ada stereotype di kalangan pemerintah terhadap kaum muslimin dan juga kental dengan unsur politis apalagi menjelang pemilu 2024,” jelas Madnur.

Selain itu, kebijakan ini juga dinilai tidak konsisten dengan pelonggaran kebijakan Covid-19 sepanjang tahun 2023. Patut diingat, tahun ini pelonggaran kegiatan masyarakat sudah terjadi dalam berbagai aktivitas, seperti pernikahan anak Jokowi yang dihadiri 3.000 undangan, konser Black Pink 70.000 penonton, dan aksi aparat desa mendukung perpanjangan masa jabatan juga diizinkan, meski melibatkan sejumlah massa.

“Sama sekali tidak ada larangan-larangan terkait pencegahan penyebaran covid,” kata Madnur.

Pemerintah juga dianggap tidak konsisten dengan narasi pemulihan ekonomi tahun 2023. Padahal, perputaran uang yang cepat di bulan Ramadhan menjadikan perekonomian menjadi lebih baik. Jika publik bisa melakukan kegiatan secara normal tentunya ini akan meringankan pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi.

Karena itu, menurut Madnur, menyarankan agar pelarangan ASN terkait buka puasa, sahur bersama, dan open house pada saat hari raya Idul Fitri sebaiknya dikoreksi. Bila ada data penyebaran Covid-19 meningkat tajam seharusnya Pemerintah membukanya dengan transparan. Namun, bila tidak data yang mendukung sebaiknya larangan tersebut juga dicabut.

“Karena larangan tersebut membatasi warga negara khususnya ASN untuk saling dekat dengan rakyat dan juga tidak mendukung narasi pemulihan ekonomi,” kata Madnur.

Seperti diketahui, dua hari menjelang puasa Ramadhan 2023, Pemerintah melarang seluruh pejabat dan ASN menyelenggarakan acara buka puasa bersama saat Ramadhan dan open house pada Hari Raya Idul Fitri 1444/2023. Larangan tersebut tertuang dalam arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama nomor R-38.Seskab.DKK.03.2023 yang dikeluarkan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Arahan dari Presiden Jokowi itu untuk diterapkan di seluruh kementerian/lembaga dan instansi pemerintahan daerah. Larangan ini dimaksudkan untuk meminimalisir potensi penularan Covid-19.

Sumber: pilar.id