HARIANTERBIT.com – Kalangan aktivis merespons pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) terkait harga BBM yang bisa naik tiga kali lipat jika rakyat tidak membayar pajak. Pernyataan Sri Mulyani tersebut terkait adanya ajakan boikot tidak membayar pajak sebagai imbas dari perilaku pegawai Kementerian Keuangan yang suka pamer gaya hidup mewah alias hedon.
“Ancaman Menkeu SMI, BBM bisa naik 3x lipat kalau warga ogah bayar pajak, tambah mencabik rasa keadilan rakyat,” ujar Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) Iwan Sumule dalam cuitan akun Twitter pribadinya, Senin (6/3/2023).
Kata dia, polemik gaya hidup hedon yang dipertontonkan anak buahnya saja, sudah mencederai rasa keadilan. Jangan lagi, Sri Mulyani, menambah polemik dengan mengancam soal kenaikan harga BBM.
“Untuk itu, ProDem mendesak Menkeu dan Dirjen Pajak segera mundur diri,” tandasnya.
Menakuti Rakyat
Pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan, harga BBM naik juga pada tahun lalu, meski rakyat membayar pajak dengan taat di 2022. Oleh karena itu untuk menaikkan BBM, bukan sekedar rakyat taat membayar pajak atau tidak.
“Jadi pernyataan Menkeu Sri Mulyani Itu tidak ada korelasinya,” ujar Achmad Nur Hidayat kepada Harian Terbit, Senin (6/3/2023).
Achmad Nur pun menilai pernyataan Menkeu Sri Mulyani yang menyebut harga BBM bisa tiga kali lipat jika rakyat tidak membayar pajak merupakan pernyataan untuk menakuti rakyat. Padahal saat ini yang dibutuhkan rakyat bukan menakuti tapi upaya sungguh-sungguh meningkatkan kredibilitas Kemenkeu.
“Yang dilakukan Menkeu Sri Mulyani bukan defensif tapi melalui bersih-bersih di internal Kemenkeu,” tandasnya.
Tak Punya Empati
Ketua Umum Badan Relawan Nusantara, Edysa Girsang juga menilai pernyataan Menkeu Sri Mulyani yang menyatakan harga BBM bisa tiga kali lipat jika rakyat tidak membayar pajak merupakan bentuk dari pejabat negara yang tak punya empati. Pernyataan tersebut juga menujukan Sri Mulyani tidak mau berpikir keras serta membangun kebijakan yang menyusahkan rakyat.
“Tak perlulah ngancam-ngancam rakyat, kalau tak mampu menjamini bahwa pembayaran pajak tak diselewengkan dan aparat di bawah jajarannya tak bertingkah alias mampu menjadi abdi negara yang mau bekerja benar yang tak memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya dirinya,” paparnya.
“Sudahlah kalau tak mampu mengelola dan meningkatkan APBN mundur saja,” tambahnya.
Bayar Pajak
Dalam Economic Outlook 2023, dikutip dari akun Instagram @smindrawati, Selasa (28/2/2023), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pentingnya membayar pajak untuk menopang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sehingga pada akhirnya bisa menjadi shock absorber. Pernyataan Sri Mulyani tersebut adanya boikot tidak membayar pajak akibat perilaku anak buahnya yang suka pamer gaya hidup mewah alias hedon.
Dia mencontohkan, kenaikan harga minyak yang mencapai 120 dolar AS/barrel pada 2022 lalu, bila tidak ditahan dengan subsidi yang mencapai Rp 552 triliun, masyarakat bisa membayar BBM hingga 3 kali lipat.
“Kita tidak ingin ini terjadi. Nah, dananya dari mana? Tentu saja dari rupiah yang anda bayarkan melalui pajak,” kata Menkeu Sri Mulyani.
Bohong Besar
Sebelumnya, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyebut bohong kalau ada pejabat negara menyebut subsidi BBM pada tahun ini, bengkak hingga Rp502 triliun. Narasi ini sering dilontarkan sebagai alasan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi.
Kata Anthony, berdasarkan dokumen Perkembangan Subsidi dan Kompensasi BBM dari Kementerian Keuangan, terbaca jelas alokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam APBN 2022, bukan Rp502 triliun. “Dari slide halaman 6, terlihat bahwa total subsidi menurut Perpres 98/2022 sebesar Rp502,4 triliun. Sekali lagi, angka itu adalah jumlah total dari subsidi energi. Jadi, bukan subsidi BBM (hanya),” papar Anthony, Jakarta, Sabtu (27/8/2022).
Dari total subsidi sebesar Rp502 triliun, lanjut Anthony, besaran subsidi untuk listrik ditetapkan Rp100,6 triliun. Artinya, sebesar Rp401,8 triliun merupakan subsidi BBM dan LPG. Sekali lagi, angka Rp401,8 triliun bukan hanya subsidi BBM saja.
“Muncul pertanyaan, berapa besar subsidi BBM? dan berapa subsidi untuk LPG? Mohon pemerintah memberikan penjelasannya,” tegas Anthony.
Sumber: harianterbit.com