Senin, 13/02/2023
Pemerintah khususnya Kementerian Agama harus mempunyai target agar umat muslim yang berangkat haji bisa lebih banyak. Hal ini menandakan bahwa pemerintah mempunyai concern dalam mendorong masyarakat muslim untuk bisa berangkat haji. Semakin mudah dan semakin banyak jamaah haji yang bisa diberangkatkan dan semakin mudah masyarakat yang ingin berangkat haji, artinya pengelolaan haji di Indonesia mendapat keberhasilan.
Bagaimanapun juga jika pemerintah membantu perjalanan haji dari masyarakatnya maka negara akan dirasakan kehadirannya oleh masyarakat. Itu adalah bagian dari fungsi negara dimana masyarakat merasakan manfaat keberadaan institusi yang bernama negara.
Untuk itu Kemenag dituntut untuk kreatif agar bisa mewujudkan hal tersebut. Jika kemenag mempersulit orang melaksanakan ibadah haji dengan berbagai macam kebijakan, artinya pemerintah tidak pro terhadap rakyat dan tidak amanah dalam menjalankan konstitusi.
Nilai Manfaat Dana Haji itu sudah diatur dalam UU No. 34 tahun 2014 yang didistribusikan melalui virtual account masing-masing jamaah, yang nilai manfaatnya akan dirasakan oleh orang yang akan berangkat di tahun berjalan.
Persoalannya, pengelolaan dana haji ini menjadi tidak bijak karena dana kelolaan sebesar Rp 167 triliun ini hanya 70% saja yang dimasukan kedalam SBSN. Itu sebabnya BPKH dianggap malas sehingga harus menaikkan dana haji.
Di tahun haji 2022 yang menarik, adalah pemerintah Arab Saudi menaikan biaya Masyair yaitu biaya selama jamaah haji bermalam di Mina dan di Arafah. Saat itu mendadak sekali jamaah haji harus mengeluarkan sebesar Rp 22 juta. Saat itu BPKH tidak menaikkan dana haji padahal dana haji tersebut.
Tapi hal tersebut sangat wajar karena jamaah haji tertunda selama 2 tahun untuk berangkat ke Saudi akibat pandemi, sementara dana haji tersebut investasinya terus berjalan sehingga nilai manfaatnya bisa menangani kekurangan dari dana haji tersebut.
Sebenarnya menempatkan 70% dana haji di SBSN ini adalah salah tempat karena nilai manfaat yang dihasilkan sangat kecil. Mungkin BPKH didesak untuk menempatkan dana haji tersebut disana karena didesak oleh kementerian keuangan, atau pemerintah untuk diinvestasikan disana karena pemerintah butuh uang. Tapi yang menjadi persoalan adalah saat jemaah haji yang sudah memberikan uangnya untuk pembangunan tapi disaat mau berangkat haji, mereka masih diperah dengan biaya haji yang sangat mahal. Itu sangat tidak fair.
Tentunya BPKH seharusnya lebih kreatif memanfaatkan peluang menempatkan dana haji ini di sektor-sektor yang secara feasibility study sangat prospektif sehingga biaya haji bagi para jamaah akan lebih murah.
Dalam hal ini beberapa solusi yang bisa membuat biaya haji menjadi murah, sebagai berikut:
Pertama, jangan menginvestasikan dana haji di sektor yang nilai returnnya kecil. BPKH harus punya target berapa nilai return yang dibutuhkan untuk tahun ini. Tidak hanya diinvestasikan di SBSN tetapi bisa ke investasi langsung atau investasi lainnya.
Jadi, mulailah dengan investasi langsung dengan porsi yang signifikan. BPKH bisa meniru apa yang dilakukan Malaysia yang membeli tanah dan membangun hotel yang bagus di Saudi dekat Mekah dan mesjid Nabawi menggunakan dana kelolaan itu kemudian mengoperasikannya untuk kepentingan jamaah. Jika di saat musim haji bisa digunakan untuk jamaah sehingga operasional haji menjadi berkurang karena hotel itu milik punya Indonesia. Selain untuk haji juga bisa dipakai untuk umroh dimana mendatangkan return juga yang bisa memberikan nilai manfaat yang tinggi.
Kedua, Kerjasama dengan Bank Indonesia karena komponen besar dalam biaya haji adalah biaya kurs. Indonesia harus memegang US$ dan Riyal Saudi sehingga perlu adanya kerjasama antara BPKH, Kementerian Agama dan BI berembuk untuk mencari angka win-win solution untuk menstabilkan kurs sehingga kurs bisa terjaga saat pemberangkatan.
Ketiga, bisa bekerjasama dengan maskapai. BPKH berinisiatif membeli kepemilikan salah satu maskapai sehingga biaya penerbangan bisa memberikan nilai manfaat.
Keempat, BPKH bisa menempatkan dana haji disektor sawit dan sektor hilirisasi contohnya pertambangan. Ini juga dilakukan oleh Malaysia dimana perkebunan sawit yang secara transparan didanai oleh dana haji dan manfaatnya dikembalikan lagi kepada jamaah.
Jika pemerintah mempunyai will yang cukup kuat maka biaya haji murah ini sangat bisa dicapai. Tapi jika pemerintah malas dan tidak punya prinsip yang baik dalam mempermudah masyarakat untuk bisa beribadah haji maka kebijakan-kebijakan yang diambil pun akan berupa kebijakan-kebijakan yang menyulitkan.
Pemerintah harus berterima kasih kepada para jamaah haji, walau bagaimanapun dana haji memberikan sumbangsih bagi pendapatan negara.
Oleh: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute
Sumber: neraca.co.id