Jakarta, Beritasatu.com – Pakar kebijakan publik yang juga ekonomi dari Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menyayangkan kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo, anak pejabat pajak bernama Rafael Alun Trisambodo. Apalagi kemudian kasus ini memunculkan fakta bahwa Rafael dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) memiliki kekayaan jumbo hingga lebih dari Rp 56 miliar. Padahal Rafael hanya Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Kantor Wilayah Jakarta Selatan II atau pejabat eselon III.

Bahkan ada harta yang tidak dilaporkan di LHKPN seperti mobil mewah Jeep Rubicon serta sepeda motor Harley Davidson. Hal ini menunjukkan pengawasan di internal Kemenkeu yang masih lemah.

“Ada banyak hal yang perlu dijelaskan. Misalnya, kenapa baru ketahuan harta kekayaan pejabat pajak setelah ada kasus seperti ini. Artinya kan pengawasan di inspektorat jenderal pengawasan pajak atau pengawas internal Kemenkeu terutama di perpajakan tidak berjalan. Ini yang harus dijelaskan kepada publik. Bisa jadi ini fenomena gunung es, hanya satu yang terlihat, tetapi sebetulnya banyak yang belum terungkap,” kata Achmad kepada Beritasatu.com, Sabtu (25/2/2023).

Menurut Achmad, pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum cukup untuk menjawab banyak tanya masyarakat terkait kasus ini.

“Yang disampaikan belum menjelaskan kepada publik. Misalnya kenapa sampai plat nomor (mobil Robicon) salah, tidak lapor pajak, tidak dafar pajak, ini kan luar biasa. Apalagi juga tidak ada di LHKPN. Ini sama saja Kemenkeu sedang ditelanjangi oleh perilaku seperti ini dan publik masih meyakini banyak kasus yang seperti ini,” kata Achmad.

Agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi pajak bisa kembali, menurut Achmad Kemenkeu harus bertindak lebih tegas dalam mengungkap kasus penyelewengan yang dilakukan pegawai di lembaganya.

“Mungkin kalau itu dilakukan, ada langkah maju, kredibilinya perlahan bisa pulih. Tetapi tentu harus ada tindakan tegas,” ujarnya.

Achmad juga menyoroti pengawasan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya meskipun Rafael sudah melaporkan harta kekayaannya di LHKPN, tetapi jumlahnya tidak wajar jika melihat jabatannya yang eselona III. Bahkan ada juga harta-harta yang tidak dilaporkan.

“Tidak sekedar lapor, harusnya tim LHKPN mengecek kebenaran laporan itu, mengevaluasi dan juga memberi sanksi bagi yang melanggar. Selama ini kan kita tidak pernah mendengar mana yang tidak wajar, sanksinya apa. Kalau hanya berhenti di melapor, LHKPN tidak akan efektif,” ujarnya.

Achmad juga menilai kasus ini akan berdampak sangat besar bagi upaya pemerintah untuk menaikkan pendapatan pajak. Kepatuhan pajak masyarakat bisa menurun.

“Tentu saja ini akan berdampak kepada masyarakat pembayar pajak. Meskipun secara persentase kita masih belum dapat memastikan. Namun jika berita ini terus diviralkan, maka dampaknya akan semakin besar terhadap penurunan penerimaan pajak negara,” kata Achmad.

Sumber: beritasatu.com