HARIANTERBIT.com – Sejumlah pengamat ekonomi mengkritik Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tengah mengajukan pinjaman US$ 550 juta atau Rp 8,3 triliun (kurs Rp 15.235) untuk menambal bengkak proyek atau cost overrun Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Apalagi Kementerian BUMN yang harus meminjam kepada China Development Bank (CDB) untuk membiayai proyek kereta cepat tersebut.
“Anehnya, kenapa yang cari pinjaman malah Kementerian BUMN. Dan, lebih aneh lagi, kenapa jumlah pinjamannya hanya untuk porsi Indonesia, yaitu 550 juta (60 persen x 900 juta) dolar AS. Padahal yang perlu dibiayai dari pinjaman seharusnya 900 juta dolar AS,” ujar Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) di Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Anthony mempertanyakan, biaya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yang terus membengkak. Saat ini biaya proyek membengkak 1,2 miliar dolar AS yang katanya, sudah disetujui oleh China. Katanya pula pembengkakan biaya (cost overrun) ini harus ditanggung oleh kedua belah pihak sesuai porsi kepemilikan saham, yaitu Indonesia 60 persen, China 40 persen.
Di sisi ;ain, Kementerian BUMN wajib menjelaskan kepada publik, siapa sebenarnya yang meminjam kepada China Development Bank (CDB) tersebut.
“Apakah pinjaman luar negeri tersebut atas nama Kementerian BUMN, atau atas nama Kementerian Keuangan untuk diteruskan kepada PT KCIC, atau atas nama PT KCIC, atau atas nama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PT PSBI) yang memiliki 60 persen saham di PT KCIC?,” tanyanya.
Bisa Dipidanakan
Pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan, pendanaan proyek kereta cepat yang menggunakan APBN juga telah melanggar komitmen awal. Karena proyek tersebut pada awalnya direncanakan tidak menggunakan APBN, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Ia mengingatkan bahwa di negara maju, pihak-pihak yang terlibat dalam kasus seperti ini dapat dipidanakan.
“Kalau di negara maju, yang menyetujui proyek ini bisa dipidanakan. Ketika dia katakan tidak pakai APBN tapi ternyata pakai APBN, ini orang yang mengatakan tidak pakai APBN itu bisa dipidanakan, karena dia menggunakan uang rakyat,” kata Achmad.
Ia meyebut dana pajak dari rakyat tidak seharusnya digunakan untuk proyek-proyek yang bersifat bisnis, termasuk KCJB. “Dan itu dipaksakan. Lagi-lagi, ini melanggar komitmen narasi yang disampaikan di awal,” katanya.
Diketahui, Kementerian BUMN tengah mengajukan pinjaman US$ 550 juta atau Rp 8,3 triliun (kurs Rp 15.235) untuk menambal bengkak proyek atau cost overrun Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan pinjaman itu diajukan ke China Development Bank (CDB).
“Dana kesepakatan angka US$ 1,2 miliar ini sudah diskusikan dengan BPKP untuk setujui di komite. Nah itu porsi loan itu sekitar US$ 550 juta peminjamannya sedang kita ajukan ke CDB. Kita sedang diskusikan struktur final dan harganya,” ungkap Kartika usai rapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (13/2/2023).
Dalam kesempatan itu, Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan bahwa dalam bengkaknya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak dikorupsi. Ia mengatakan, bengkaknya proyek ini karena berbagai hal, terutama kenaikan kebutuhan proyek.
“Apapun yang terjadi pada saat COVID itu kan pembangunan harus dijalankan tetapi tidak bisa maksimal, karena situasi COVID. Lalu kita lihat juga supply chain rantai pasok sangat terganggu, artinya harga-harga komoditas tinggi termasuk besi, itu termasuk dalam cost overrun, ini yang penting,” jelasnya.
Sebagai informasi, pihak Indonesia dan China sudah sepakat dengan besaran bengkak proyek atau cost overrun kereta cepat Jakarta-Bandung. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan nilai pembengkakan yang disepakati US$ 1,2 miliar atau Rp 18 triliun.
Sumber: harianterbit.com