TIMES JABAR, JAKARTA – JAKARTA – Kasus penganiayaan Mario Dandy Satrio terhadap Cristalino David membuka borok para pegawai Pajak Kementerian Keuangan (Kemnkeu).

Bahkan, belakangan pegawai pajak diketahui membuat komunitas yang suka mengendarai motor gede atau moge bernama Blasting Rijder DJP.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pun meminta komunitas tersebut dibubarkan. Ia menilai, hobi dan gaya hidup pejabat mengendarai moge menimbulkan prepersi negatif.

“Meminta agar klub Blasting Rijder DJP dibubarkan. Hobi dan gaya hidup mengendarai moge menimbulkan prepersi negatif masyarakat dan menimbulkan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai DJP,” katanya dikutip dari Instagram resminya, Senin (27/2/2023).

Sri Mulyani menyampaikan, meskipun moge tersebut diperoleh, dibeli dengan gaji resmi maupun uang halal, mengendarai serta memamerkan moge bagi pejabat telah melanggar asas kepatuhan dan kepantasan publik. “Mencederai kepercayaan masyarakat ujarnya,” jelasnya.

Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani setelah beredar luas foto Direktur Jendral Pajak Suryo Utomo mengendarai moge bersama dengan klub Blasting Rijder DJP.

Sri Mulyani pun mengintruksikan Suryo Utomo untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai sumber dan kekayaan harta milikinya.

“Jelaskan dan sampaikan kepada masyarakat/publik mengenai jumlah harta kekayaan dirjen pajak dan dari mana sumbernya seperti yang dilaporkan kepada LHKPN,” katanya.

Soroti Kekayaan Rafael Alun Trisambodo
Sebelumnya, viral kasus pamer harta dan penganiayaan oleh Mario Dandy Satrio terhadap David. Ia adalah anak Kepala Bagian Umum DJP Kemenkeu Kanwil Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo.

Kini Mario sudah jadi tersangka dan di tahanan Polres Metro Jakarta Selatan. Sementara itu David kini masih harus terbaring dan belum sadarkan diri di ICU Rumah Sakit Medika Permata Hijau Jakarta

Kasus penganiayaan itu pun berbuntut panjang. Tak hanya kasus penganiayaan, gaya hidup Mario Dandy Satrio serta kekayaan ayahnya juga menjadi sorotan. Saat menganiaya itu terjadi Mario mengendarai Rubicon.

Untuk ayahnya, sorotan ditujukan pada kekayaan yang berdasarkan data LHKPN, yakni tembus Rp56 miliar. Kebengisan Mario termasuk gaya hidup mewahnya, dan harta kekayaannya itu pun jadi atensi banyak pihak. Tak terkecuali Menkopolhukam Mahfud MD, hingga KPK.

Menurunkan Kepercayaan Publik
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, faktor kepercayaan adalah kunci penting kepatuhan wajib pajak.

Apalagi, kata dia, pengumpulan pajak di Indonesia dilakukan secara self assessment, bukan ditentukan pemerintah.

Ia mengatakan, masyarakat akan patuh membayar pajak jika percaya kepada pemerintah bahwa setoran tersebut betul-betul dimanfaatkan dan dikelola dengan benar.

Jika governance atau tata kelolanya tak benar menurut pandangan wajib pajak, ia menilai masyarakat akan enggan bayar pajak walaupun mampu.

“Sehingga dalam kasus seperti yang kita dengar baru-baru ini, pendisiplinan di aparatur pajak itu mutlak menurut saya, dari pusat sampai ke daerah,” jelasnya.

“Kalau kemudian ketahuan keluarganya bergaya hidup mewah, itu sudah pasti suatu pengumpulan kekayaan yang tidak wajar. Ini yang menggerus kepercayaan,” katanya.

Sementara itu, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat memperkirakan kasus penganiayaan anak pejabat pajak ini akan berdampak sangat besar bagi upaya pemerintah menaikkan pendapatan pajak.

Ia mengatakan, masyarakat akan berpandangan, pajak yang mereka bayar ke negara sebagian besarnya dikorupsi para pegawai pajak. Pajak yang dibayar masyarakat dinilai hanya memperkaya pegawai pajak, sementara yang masuk ke negara nilainya amat kecil.

“Meskipun secara persentase kami masih belum dapat memastikan. Namun, jika berita ini terus viral maka dampaknya akan semakin besar terhadap penurunan penerimaan pajak negara,” ujarnya terkait kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio.

Sumber: jabar.times.co.id