Kamis, 02 Februari 2023
Warta Ekonomi, Jakarta – Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menyoroti soal kasak-kusuk biaya haji yang belakangan jadi perhatian publik karena ada wacana kenaikan sampai puluhan juta.
Menurut Achmad, persoalannya pengelolaan dana haji ini menjadi tidak bijak karena dana kelolaan sebesar Rp 167 triliun ini hanya 70% saja yang dimasukan kedalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Itu sebabnya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dianggap malas sehingga harus menaikkan dana haji.
“Sebenarnya menempatkan 70 perse dana haji di SBSN ini adalah salah tempat karena nilai manfaat yang dihasilkan sangat kecil. Mungkin BPKH didesak untuk menempatkan dana haji tersebut disana karena didesak oleh kementrian keuangan atau pemerintah untuk diinvestasikan disana karena pemerintah butuh uang,”
“Tapi yang menjadi persoalan adalah saat jemaah haji yang sudah memberikan uangnya untuk pembangunan tapi disaat mau berangkat haji mereka masih diperah dengan biaya haji yang sangat mahal. Itu sangat tidak fair,” ujar Achmad dalam keterangan resmi yang diterima wartaekonomi.co.id, Kamis (2/2/23).
BPKH menurut Achmad seharusnya lebih kreatif memanfaatkan peluang menempatkan dana haji ini di sektor-sektor yang secara feasibility study sangat prospektif sehingga biaya haji bagi para jemaah akan lebih murah.
Dalam hal ini beberapa solusi yang bisa membuat biaya haji menjadi murah.
Jangan Menginvestasikan Dana Haji di Sektor yang Nilai Return-nya Kecil.
BPKH harus punya target berapa nilai return yang dibutuhkan untuk tahun ini. Tidak hanya diinvestasikan di SBSN tetapi bisa ke investasi langsung atau investasi lainnya.
“Jadi mulailah dengan investasi langsung dengan porsi yang signifikan. BPKH bisa meniru apa yang dilakukan Malaysia yang membeli tanah dan membangun hotel yang bagus di Saudi dekat Mekah dan mesjid Nabawi menggunakan dana kelolaan itu kemudian mengoperasikannya untuk kepentingan jamaah. Jika di saat musim haji bisa digunakan untuk jamaah sehingga operasional haji menjadi berkurang karena hotel itu milik punya Indonesia. Selain untuk haji juga bisa dipakai untuk umroh di mana mendatangkan return juga yang bisa memberikan nilai manfaat yang tinggi,” jelasnya.
Kerja Sama dengan Bank Indonesia karena Komponen Besar dalam Biaya Haji Adalah Biaya Kurs.
Indonesia harus memegang USD dan Riyal Saudi sehingga perlu adanya kerjasama antara BPKH, Kementrian Agama dan BI berembuk untuk mencari angka win-win solution untuk menstabilkan kurs sehingga kurs bisa terjaga saat pemberangkatan.
Bekerja Sama dengan Maskapai.
“BPKH berinisiatif membeli kepemilikan salah satu maskapai sehingga biaya penerbangan bisa memberikan nilai manfaat,” ujar Achmad.
BPKH Menempatkan Dana Haji di Sektor Sawit dan sektor Hilirisasi, Contohnya Pertambangan.
Ini juga dilakukan oleh Malaysia di mana perkebunan sawit yang secara transparan didanai oleh dana haji dan manfaatnya dikembalikan lagi kepada jamaah.
Lanjut Achmad, Jika pemerintah mempunyai will yang cukup kuat maka biaya haji murah ini sangat bisa dicapai.
“Tapi jika pemerintah malas dan tidak punya prinsip yang baik dalam mempermudah masyarakat untuk bisa beribadah haji maka kebijakan-kebijakan yang diambil pun akan berupa kebijakan-kebijakan yang menyulitkan,” jelasnya.
“Pemerintah harus berterima kasih kepada para jemaah haji, walau bagaimanapun dana haji memberikan sumbangsih bagai pendapatan negara,” tutupnya.
Sumber: wartaekonomi.co.id