Warta Ekonomi, Jakarta – Ekonom sekaligus pakar kebijakan publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meminta maaf kepada rakyat. Hal ini menyambung kasus yang menimpa pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belakangan ini.
“Menteri Keuangan Sri Mulyani harus meminta maaf terhadap seluruh rakyat Indonesia. Sri Mulyani yang menjabat Menteri Keuangan beberapa periode di masa kekuasaan presiden SBY dan Jokowi terbukti gagal dalam membangun sikap mental para pegawai pajak,” kata Achmad dalam keterangannya, Senin (27/2/2023).
Pegawai DJP menjadi perhatian publik belakangan ini usai kasus penganiayaan oleh Mario Dandy anak Rafael Alun, seorang pejabat pajak yang diduga memiliki harta tidak wajar. Peristiwa tersebut kemudian merembet berbagai hal terkait gaya hidup para pejabat pajak.
Rafael Alun dilaporkan memiliki kekayaan Rp56 miliar, Rp2 miliar lebih banyak dibanding kekayaan Sri Mulyani yang seorang menteri. Fakta ini memancing pertanyaan dari kalangan publik.
Tak hanya Rafael, kasus ini juga berujung mengungkap gaya hidup pejabat pajak lain. Misalnya, pegawai DJP Suryo Otomo yang memiliki kekayaan Rp14,4 miliar sebagaimana yang tertuang pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Suryo Utomo menjadi viral setelah beredar fotonya mengendarai motor gede (moge) bersama klub BlastingRijder DJP, komunitas pegawai pajak yang menyukai naik motor besar (moge).
Baru-baru ini, Sri Mulyani meminta klub moge tersebut untuk dibubarkan.
Namun, problem utama pada rentetan kasus di DJP bukan terletak pada bagaimana mereka mengekspresikan gaya hidup mereka. Menurut Achmad, letak utama persoalan ialah pada reformasi birokrasi perpajakan di Indonesia yang salah arah.
“Para pejabat pajak yang mendapat income puluhan bahkan ada yang di atas Rp100 juta, tapi selalu mengatakan defisit penerimaan pajak,” ujarnya.
Gagalnya reformasi birokrasi pajak Tanah Air juga makin dibuktikan dengan mental dan gaya hidup para pejabat pajak. “Bagaimana kita bisa berharap para pegawai pajak bisa baik sikap mental nya semntara dirjen pajak beserta jajarannya justru malah mempertontonkan kendaraan mewah moge yang dikendarai bersama sama sementara para pembayar pajak adalah masyarakat yang untuk makan sehari hari saja sulit,” papar Achmad.
Dalam konteks ini, Achmad meyakini pihak yang paling bertanggung jawab atas gagalnya reformasi birokrasi dan mental para pejabat pajak adalah Sri Mulyani sebagai pemimpin dalam Kementerian Keuangan.
Achmad mempersoalkan bagaimana Sri Mulyani baru bersuara mengecam sikap pegawai pajak setelah kasus Mario mencuat dan menyeret pejabat-pejabat pajak lainnya. “Apakah sebelumnya Sri Mulyani tidak tahu apa yang terjadi di direktorat pajak?”
Oleh karena itu, ia menganggap reformasi birokrasi dan revolusi mental yang selama ini digaungkan oleh pemerintah hanya menjadi pepesan kosong belaka. Para pejabat dibiarkan untuk hidup dengan gaji yang fantastis dan fasilitas mewah, sementara rakyat banyak yang kesulitan, bahkan hanya sekadar untuk makan sehari-hari.
“Maka jangan salahkan masyarakat jika nanti masyarakat enggan untuk membayar pajak, karena para pejabat pajak dianggap justru memanfaatkan uang pajak untuk kemewahan hidup pribadi dan keluarga mereka semata,” tambahnya.
“Jika sekarang Sri Mulyani berteriak kencang atas gaya hidup orang orang pajak setelah netizen bersuara lalu selama ini mengapa sama sekali tidak bersuara atas laporan laporan LHKPN anak buahnya dan gaya hidup mereka yang dipamerkan jajaran anak buahnya tersebut,” tutup Achmad.
Sumber: wartaekonomi.co.id