Selasa, 03 Januari 2023
WE NewsWorthy, Jakarta – Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, mengomentari rencana perubahan tarif KRL yang akan membedakan golongan si kaya dan si miskin.
Menurut Achmad, adanya rencana pembedaan tarif tersebut justru menunjukkan bahwa kebijakan perkeretaapian tengah mengalami kebingungan.
“Ini menjadi polemik ya. Saya kira mungkin menggunakan istilah golongan kaya dan golongan miskin itu sebetulnya adalah satu simplifikasi yang sedang ditunjukkan oleh masyarakat oleh publik bahwa sebenarnya kebijakan perkereta apian ini sedang mengalami kebingungan,” ujar Achmad, dikutip NewsWorthy dari kanal YouTube Achmad Nur Hidayat pada Selasa (3/1).
Rencana kebijakan tersebut menjadi polemik lantaran di zaman Indonesia yang sudah merdeka, terjadi diskriminatif berdasarkan pendapatan.
“Kenapa bingung? Karena kok bisa-bisanya ini ada di zaman kita merdeka begini itu diskriminatif itu disesuaikan dengan pendapatan, income,” ujar Achmad.
Pakar sekaligus ekonom ini lantas mengungkit bagaimana kereta api zaman dulu menunjukkan kasta para penumpangnya.
Kereta untuk pribumi biasanya penuh sesak sementara kereta untuk para pejabat pemerintah Hindia Belanda saat itu tidak.
Fenomena tersebut bisa terlihat kembali seandainya pemerintah benar-benar menerapkan kebijakan pembedaan harga tarif KRL.
“Kira-kira dengan adanya golongan kaya dan golongan miskin ini kira-kira kita akan melihat fenomena yang sama. Cuma bedanya ini ada di negeri kita sendiri yang merdeka. Kalau yang dulu itu ada di negeri kita tapi kita terjajah,” jelas Achmad.
Sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub), berencana untuk membedakan tarif KRL bagi yang mampu dan tidak mampu dengan tujuan agar subsidi lebih tepat sasaran.
Sumber: nw.wartaekonomi.co.id