Ekspor dan Investasi Diperkirakan Melambat

Rabu, 11 Januari 2023

JAKARTA – Hasil riset Mandiri Sekuritas memperkirakan perekonomian nasional tahun ini hanya tumbuh 4,9 persen yang ditopang oleh konsumsi masyarakat. Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas, Leo Putera Rinaldy, mengatakan penopang utama perekonomian nasional adalah konsumsi masyarakat.

“Pertumbuhan Indonesia akan melambat tapi manageable, pelemahan terjadi karena pelemahan ekspor dan perlambatan investasi,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/1).

Penurunan ekspor, jelasnya, karena normalisasi harga komoditas, sementara investasi melambat karena peningkatan suku bunga acuan bank sentral.

Konsumsi masyarakat, jelasnya, diprediksi akan tumbuh 4 sampai 6 persen secara tahunan karena penyelenggaraan pemilihan umum serentak, inflasi yang mulai melandai dan pertumbuhan pendapatan riil masyarakat.

Dia memperkirakan kampanye untuk pemilihan umum serentak akan menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi hingga 0,6 sampai 1,3 persen. Adapun anggaran untuk pemilu tersebut diperkirakan disalurkan secara terkonsentrasi pada semester II-2022.

Sementara itu, inflasi pada Desember 2022 yang mencapai 5,5 persen secara tahunan diperkirakan telah mencapai puncak sehingga di 2023 inflasi akan turun dan mencapai 4 persen mulai kuartal III-2023.

Inflasi diproyeksi akan menurun pada 2023 menjadi sebesar 3,8 persen karena kebijakan pemerintah mensubsidi sebagian biaya logistik untuk bahan pangan strategis yang diperkirakan akan berlanjut tahun ini. “Harga pangan di 2203 juga terkendali dibantu oleh kondisi cuaca yang lebih normal dan netral,” jelasnya.

Daya Beli

Selain inflasi, konsumsi masyarakat juga akan tetap tumbuh ditopang oleh pertumbuhan pendapatan secara riil yang mencapai 7,16 persen.

“Ini penting untuk mendukung daya beli masyarakat. Apalagi pada saat yang sama, angka pengangguran juga terus menurun,” kata Leo.

Diminta terpisah, pakar ekonomi dari Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan pemerintah harus tetap menjaga agar konsumsi rumah tangga tidak terganggu karena merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi.

Namun demikian, pertumbuhan investasi dan ekspor walaupun diperkirakan melambat tetap harus dijaga agar perumbuhannya tetap positif.

“Jika tidak, akan menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), yang berarti penurunan pendapatan masyarakat dan tentu saja akan berakibat konsumsi tidak mampu mendukung pertumbuhan ekonomi,” ungkap Suhartoko.

Di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian saat ini, insentif investasi dan ekspor perlu dilakukan, baik melalui pajak ataupun subsidi.

Untuk menjaga daya beli, dia sepakat harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi diturunkan, sedangkan yang subsidi tetap karena penurunan akana menyebabkan penambahan subsidi yang akan menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Tahun 2023 mensyaratkan pengelolaan fiskal yang prudent agar bisa menjadi bantalan ketika terjadi resesi. “Paling tidak akumulasi dana sisa anggaran lebih bisa dimanfaatkan,” katanya.

Kendati demikian, Suhartoko tetap mengingatkan pemerintah untuk menjaga inflasi pangan, sebab itu bisa memukul daya beli atau konsumsi masyarakat. Alur distribusi harus benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi gangguan di pasokan di pasar.

Sementara itu, Direktur Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, mengatakan pelemahan investasi dan ekspor sejalan dengan resesi global yang diperkirakan akan terjadi di akhir kuartal pertama 2023.

Kondisi tersebut, jelasnya, sudah diprediksi, namun sayang pemerintah belum menyiapkan langkah antisipasi mencegah penurunan ekonomi lebih dalam. Namun sayangnya, pemerintah masih terjebak menggunakan asumsi investasi akan masuk ke emerging market.

“Padahal seiring peningkatan suku Bunga Fed dan Bank Sentral Eropa, safe haven kembali ke negara maju dan arus capital inflow ke emerging market cenderung menurun,” katanya.

Sumber pertumbuhan ekonomi terangnya harus mengandalkan ekonomi domestik karena itu penguatan daya beli publik adalah prioritas utama yang harus dilakukan pada kuartal pertama 2023.

“Sekarang dibutuhkan kecepatan dalam memulihkan daya beli publik. Jangan sampai terlambat, resesi akan datang pada akhir kuartal 1-2023,” katanya.

Sumber: koran-jakarta.com