25 Januari 2023
| RI tidak cukup hanya mengutuk kejadian tersebut.
JAKARTA — Aksi pembakaran Alquran oleh politikus sayap kanan Swedia, Rasmus Paludan, merembet ke Belanda. Seorang politikus Negeri Kincir Angin, Edwin Wagensveld, mengunggah aksi perobekan Alquran di depan gedung parlemen Den Haag lewat Twitter pada Ahad (22/1/2023) waktu setempat.
Dilansir dari Aljazirah pada Rabu (25/1/2023), dia sendirian selama insiden itu. Aksi yang berlangsung di bawah perlindungan polisi itu pun mendapat izin selama Wagensveld tidak membakar Alquran. Tidak hanya di Den Haag, terlihat sobekan halaman Alquran dibakar di sebuah panci di lokasi lain.
Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan, Pemerintah RI harus mengambil langkah yang tegas. Pemerintah tidak cukup hanya mengutuk peristiwa pembakaran dan perusakan Alquran tersebut.
Tindakan para politikus sayap kanan ini terbilang sangat keji, tidak beradab, penuh kebencian, dan kental dengan nuansa Islamofobia. Dengan demikian, amat wajar jika tindakan tersebut layak dikutuk dan pelakunya harusnya segara ditangkap alih-alih dilindungi oleh Pemerintah Swedia.
“Jika atas nama demokrasi Pemerintah Swedia tidak bisa memberikan tindakan yang tegas terhadap Rasmus, hal tersebut justru akan menimbulkan dampak yang buruk bagi Swedia dari negara-negara lain, terutama negara negara Muslim,” ujar Achmad, Rabu (25/1/23).
Menurut dia, tindakan pembiaran Pemerintah Swedia atas pembakaran Alquran tersebut, tentunya akan mengundang reaksi yang akan merugikan Pemerintah Swedia sendiri. Dia menegaskan, aksi biadab tersebut sudah menyangkut sentimen keagamaan karena Kitab Suci yang dimuliakan umat Islam telah dibakar. Ia menilai, Pemerintah Indonesia dalam hal ini sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia tentunya tidak cukup hanya mengutuk tindakan tersebut.
“Selama pemerintahan Swedia tidak memberikan sanksi yang tegas dan jelas maka seluruh kerja sama dengan Pemerintah Swedia, mesti dihentikan terlebih dahulu”
“Pemerintah Indonesia mesti bersikap tegas dengan menunda sementara kerja sama dengan Pemerintah Swedia, sampai kasus ini ditangani dan pelakunya ditangkap dan diproses secara hukum,” kata Achmad menegaskan.
Pemerintah Indonesia sendiri saat ini memiliki kerja sama dengan Pemerintah Swedia di beberapa bidang strategis, yaitu blue energi serta pertahanan dan keamanan. Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023 bersamaan dengan Presidensi Swedia di Uni Eropa pada semester pertama 2023, seharusnya dapat dijadikan diplomasi oleh Pemerintah Indonesia agar Pemerintah Swedia mengambil langkah yang tegas untuk dapat menyelesaikan kasus pembakaran Alquran ini.
Kecaman dunia internasional terhadap pembakaran Alquran oleh Rasmus Paludan, ungkap dia, seharusnya membuat Pemerintah Swedia berpikir panjang akan kepentingan negaranya di kancah internasional. Jangan sampai tindakan yang melindungi seorang kriminal tak beradab justru menjadikan kerugian bagi Swedia sendiri di kancah internasional.
Dia menilai, Pemerintah Indonesia mesti secara tegas memanggil duta besar Swedia untuk Indonesia guna menyampaikan sikap tegas Indonesia terhadap Pemerintah Swedia. Pernyataan keprihatinan saja, menurut dia, tidaklah cukup sebagai respons Pemerintah Indonesia atas pembakaran Alquran ini.
Dia menegaskan, dampak dari pembakaran ini tentunya akan memicu tindakan lainnya sebagai reaksi atas tindakan tersebut. “Selama pemerintahan Swedia tidak memberikan sanksi yang tegas dan jelas maka seluruh kerja sama dengan Pemerintah Swedia, mesti dihentikan terlebih dahulu,” katanya.
Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), KH Ahmad Kusyairi Suhail mengatakan, pihaknya mengutuk keras aksi pembakaran Kitab Suci Alquran yang dilakukan oleh politikus ekstremis, Rasmus Paludan, dengan penjagaan dan legalisasi dari berwenang di Swedia.
Selain itu, Kiai Kusyairi yang juga dosen UIN Syarif Hidayatullah mengatakan, Ikadi mengapresiasi dan mendukung sikap keras Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri, yang telah terbuka menyatakan penolakan kerasnya terhadap pembakaran Alquran di Swedia.
Ikadi juga berharap agar Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia, membawa masalah serius dan sensitif tersebut ke forum Organisasi Kerja sama Islam (OKI) dan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). Menurut dia, pembakaran kitab suci merupakan perilaku dan tindakan radikal, ekstrem, intoleran, dan wujud nyata Islamofobia yang menimbulkan keonaran dan ketidakharmonisan hubungan antarumat manusia. Apalagi, PBB telah mengeluarkan resolusi pada 15 Maret 2022 lalu, dan menetapkan hari tersebut sebagai hari internasional untuk menangkal Islamofobia.
Ia berharap, aksi pembakaran kitab suci tidak terulang di negara mana pun. “Guna menghindari aksi-aksi balasan dan tindakan destruktif lainnya, Ikadi juga berharap Pemerintah Indonesia dapat memanggil duta besar Swedia, karena terkesan Pemerintah Swedia melakukan pembiaran dengan alasan kebebasan berpendapat dan berekspresi,” kata Kiai Kusyairi, Rabu (25/1/2023).
Merespons aksi pembakaran Alquran tersebut, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) akan memanggil Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Marina Berg. Mereka hendak membahas aksi pembakaran Alquran oleh politikus sayap kanan berkebangsaan Swedia-Denmark, Rasmus Paludan.
“Betul sudah dipanggil dan waktu pertemuannya sendiri masih dikoordinasikan. Namun secepat-cepatnya,” kata juru bicara Kemenlu Teuku Faizasyah saat dikonfirmasi Republika tentang apakah akan ada pemanggilan terhadap duta besar Swedia untuk Indonesia guna membahas aksi pembakaran Alquran oleh Rasmus Paludan, Selasa (24/1/2023).
Sebelumnya, Kemenlu telah mengutuk aksi pembakaran Alquran oleh Rasmus Paludan. “Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran Kitab Suci Alquran oleh Rasmus Paludan, politikus Swedia, di Stockholm (21/1/2023),” tulis Kemenlu lewat akun Twitter resminya, Ahad (22/1/2023).
Kemenlu mengatakan, aksi penistaan kitab suci tersebut telah melukai dan menodai toleransi umat beragama. “Kebebasan berekspresi harus dilakukan secara bertanggung jawab,” kata Kemenlu.
Kemuliaan Alquran
Imam Besar Islamic Center New York, Shamsi Ali, meyakinkan bahwa aksi tersebut sama sekali tidak akan pernah mengurangi betapa mulianya kitab suci umat Islam itu. Presiden Nusantara Foundation ini menuturkan, kejahatan yang dilakukan Rasmus Paludan ini bukan pertama kalinya.
Beberapa waktu yang lalu, dia juga pernah melakukan hal yang sama. Aksi kali keduanya ini, oleh Pemerintah Swedia, dianggap legal dengan jaminan kebebasan. Paludan secara khusus mendapat izin dari kepolisian dengan penjagaan keamanan saat melakukan aksinya.
Imam Shamsi Ali menyebut, rentetan kejadian bernuansa Islamofobia tersebut menjadi pemicu bagi terjadinya reaksi keras dari kalangan Umat dan dunia Islam. Di Swedia sendiri sudah terjadi aksi demonstrasi tandingan oleh komunitas Muslim, khususnya dari komunitas Turki.
Pemimpin-pemimpin negara mayoritas Muslim telah menyampaikan protes keras dan kutukan atas peristiwa pembakaran Alquran ini. Dia menyebutkan, Erdogan dari Turki, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, juga menteri luar negeri Indonesia mengutuk keras pembakaran Alquran itu.
Menurut Shamsi Ali, pembakaran alquran ini dimotivasi oleh kebencian kepada Islam karena semakin berkembang melaju cepat di negara-negara Barat. Islam diprediksi oleh banyak kalangan akan menjadi agama mayoritas di banyak negara, bahkan secara global pada masa yang tidak lama lagi.
“Di berbagai negara Eropa, seperti Inggris, Jerman, Prancis, dan banyak lagi Islam semakin tampil di mainstream bahkan pemerintahan,” kata Shamsi Ali.
Aksi pembakaran salinan Alquran ini kerap dilakukan dengan dalih kebebasan berekspresi, seperti yang diklaim oleh Rasmus Paludan. Namun, menurut Shamsi Ali, ini hanyalah alasan yang selalu dipakai sebagai justifikasi dari aksi-aksi seperti ini, termasuk pembakaran Kitab Suci dan penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW.
“Sejujurnya, saya justru semakin bingung memahami arti kebebasan dalam pandangan Barat atau Eropa. Kebingungan saya itu semakin menjadi-jadi karena sering kali kebebasan itu dipandang secara sepihak dan penuh ketidakjujuran,” ujarnya.
Sumber: republika.id