Selasa, 10 Januari 2023
Warta Ekonomi, Jakarta – Diketahui, 8 partai politik parlemen sempat bertemu di hotel Dharmawangsa pada Minggu 8 Januari kemarin menolak wacana sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024.
Menurut Achmad Nur Hidayat selaku Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, pertemuan ini menarik.
Karena baik partai koalisi maupun oposisi bersatu dan sama-sama menolak wacana proporsional tertutup tersebut. Dan hanya 1 partai yang mendukung wacana proporsional tertutup tersebut yaitu PDIP.
Agenda pertemuan tersebut dihadiri oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Lalu, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Presiden PKS Ahmad Syaikhu. Kemudian Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali dan Wakil Ketua Umum PPP H M Amir Uskara. Perwakilan Partai Gerindra tidak hadir namun disebut menyetujui kesepakatan bersama.
“Seperti diketahui saat ini ada beberapa pihak yang mengajukan Judicial Review terkait aturan pemilihan terbuka ini ke Mahkamah Konstitusi untuk diubah menjadi proporsional tertutup,” kata Achmad melalui keterangan tertulisnya, Selasa (10/01/23)..
“Artinya jika permohonan ini dikabulkan maka pada pemilu 2024 nanti masyarakat hanya akan memilih gambar partai dan bukan foto calon anggota legislatif,” tambah dia..
Achmad juga menjelaskan, keputusan pemilu proporsional terbuka sebetulnya merupakan produk Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya memutuskan mengubah dari proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka.
“Tentu saja akan menjadi hal yang sangat aneh jika MK nantinya mengabulkan aturan tersebut. MK bukanlah lembaga peradilan yang jika ada novum atau bukti baru maka sebuah keputusan bisa ditinjau kembali,” kata dia.
“Dan memang adalah sesuatu hal yang janggal dan tidak masuk akal jika saat dimana dimana presiden sendiri dipilih langsung oleh masyarakat akan tetapi wakil rakyat yang bertugas mengawasi presiden justru kembali tidak dipilih langsung oleh rakyat. Tetapi dikembalikan lagi kepada partai politik,” tambahnya.
“Ini sama saja kita kembali lagi ke zaman otoriter Orde Baru dimana segala sesuatunya ditentukan oleh partai politik. Sehingga yang ada adalah kedaulatan partai politik dan bukan kedaulatan rakyat,” jelasnya.
Sumber: wartaekonomi.co.id