Jumat, 6 Jan 2023
JAKARTA, investor.id – Langkah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Namun, pemerintah tetap membuka ruang bagi seluruh pihak untuk memberikan apresiasi terhadap pelaksanaan regulasi tersebut.
“(Regulasi ini) untuk memberikan kepastian hukum. Demokrasi memang ada yang memberi apresiasi dan memberi kritik,” ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Kamis (5/1/2023).
Menurut Airlangga, regulasi tersebut diterbitkan pemerintah sebagai upaya untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha. Perppu Cipta Kerja turut memberikan kepastian bagi regulasi yang telah berjalan di UU Cipta Kerja seperti regulasi perpajakan hingga bank tanah.
“Kalau misalnya tidak ada dasar hukum kan kita bank tanah kelanjutannya bagaimana? Kemudian harmonisasi pajak bagaimana? Berikutnya, kita punya SWF(Sovereign Wealth Fund) bagaimana?,” kata Airlangga,
Di sisi lain, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengatakan, penerbitan Perppu Cipta Kerja ini adalah sebuah bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Peranan dan marwah Mahkamah Konstitusi menjadi rendah. Hal ini menjadi preseden buruk terhadap upaya-upaya menegakkan konstitusi dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Achmad menjelaskan, alasan-alasan yang seolah logis digunakan untuk melegitimasi pemberlakuan Perppu ini yang justru inkonsisten dengan narasi-narasi pencapaian yang pernah diglorifikasi seperti pertumbuhan ekonomi dan surplus neraca perdagangan.
“Pertanyaan publik pun semakin besar tentang ‘Siapa yang sangat berkepentingan dibelakang pemaksaan pemberlakuan Perppu Cipta Kerja ini?’ sehingga presiden rela menempuh jalan walaupun dengan mengangkangi konstitusi,” tutur Achmad.
Dia menambahkan, muatan Perppu Cipta Kerja yang lebih berorientasi kepada kepentingan Investor daripada kepentingan kalangan buruh sudah dapat disimpulkan bahwa invisible hands dibalik Perppu ini sangat diduga kuat adalah para oligarki yang telah memberikan kontribusi kepada pemerintah sehingga pemerintah mempunyai hutang politik yang harus dipenuhi sebagai timbal balik.
“Kebijakan-kebijakan yang terkesan hanya menservis kalangan atas ini tentu saja dirasakan sebagai bentuk ketidakadilan di mata publik. DPR seharusnya ambil peranan sebagai perwakilan suara rakyat, harus diakui DPR lebih banyak diamnya daripada melaksanakan tugas dan fungsinya menyampaikan aspirasi rakyat,” kata Achmad.
Sumber: investor.id