Minggu, 01 Januari 2023
jpnn.com, JAKARTA – Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menilai pemerintah sangat berambisi untuk menerapkan UU Cipta Kerja.
Pasalnya, UU Cipta Kerja dianggap inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan ditransformasi menjadi Perppu yang menjadi hak subjektif presiden atas situasi mendesak.
Menurutnya, pemerintah seperti kejar tayang sehingga konflik Rusia dan Ukraina dijadikan tapeng yang tampak dimata publik.
“Ini bukan situasi mendesak karena konflik Rusia dan Ukraina melainkan desakan oligarki yang ingin konten Perppu Cipta Kerja segera diterapkan,” ujar Achmad, Minggu (1/12).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Cipta Kerja.
Artinya, dengan penerbitan perppu ini tersebut maka putusan MK perihal UU Cipta Kerja pun gugur.
Jokowi menyampaikan dunia sedang tidak baik dan ada ancaman sehingga risiko ketidakpastian itulah yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Perppu.
Menurutnya Jokowi, hal itu sangat penting karena ekonomi di 2023 akan sangat tergantung pada investasi dan ekspor.
Meskipun demikian, UU Cipta Kerja yang diputuskan oleh MK sebelumnya lebih melayani dan memfasilitasi kepentingan koorporasi dan pemodal sehingga rakyat menolak penerapan UU Cipta Kerja.
“Perppu ini secara tidak langsung menjadi sebuah pembangkangan terhadap konstitusi dan merendahkan institusi MK,” kata Achmad.
Achmad menegaskan seharusnya MK bereaksi terhadap terbitnya Perppu ini karena perintah sedang mempertontonkan kekuasaannya dengan mempermainkan rasa kegentingan situasi geopolitik.
Karena itu, Perppu Cipta kerja Nomor 2 tahun 2022 diprediksi akan ditolak publik.
“Pemerintah harusnya khawatir bila publik kembali marah dan berniat aksi massal kembali karena kemarahan publik di 2023 akan menambah berat ekonomi di tengah ancaman resesi,” tegas Achmad.
Sumber: jpnn.com