Kamis, 22 Desember 2022
jatimnow.com – Polemik Dana Bagi Hasil (DBH) di sektor minyak dan gas (Migas) di kepulauan Madura menuai sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya, pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat.
Ia menilai Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) terkait aturan DBH belum memihak daerah. Wajar, jika kepala daerah di Madura bersuara dengan keras.
“Daerah yang penghasil minyak dan gas, punya risiko lebih besar dibandingkan daerah lain yang tidak punya minyak,” ucap Nur Hidayat, Kamis (22/12/2022).
Sebelumnya, ketegangan DBH di Madura ini juga sempat disuarakan oleh Bupati Sumenep Ahmad Fauzi. Nur Hidayat pun nampak mendukung protes tersebut, karena lebih berpihak pada warga Madura.
“Dengan adanya eksploitasi dan eksplorasi migas di daerahnya, masyarakat yang terkena imbasnya. Namun, apakah mereka menikmati hasilnya, ini yang dipertanyakan,” imbuh Nur Hidayat.
Terpisah, Bupati Sumenep Ahmad Fauzi mengatakan upaya mediasi pembagian dana hasil sektor migas yang menguntungkan warga Madura telah ia lakukan lama.
“Saya berharap, dan menjadi harapan kita, bagaimana DBH bisa lebih besar. Karenanya harus ada aturan yang diubah, tapi itu kewenangan pemerintah pusat,” ucap Fauzi.
Selain DBH, Fauzi juga meminta Participating Interest (PI) sebesar 10 persen berjalan sesuai aturan yang dimandatkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 37 Tahun 2016.
Dalam aturan itu, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) diwajibkan menawarkan maksimal 10% saham kepada badan usaha milik daerah (BUMD).
“Undang-undangnya sudah ada, Permennya juga sudah ada, tinggal itikad baik perusahaan-perusahaan migas yang bereksplorasi di Indonesia ini saja. Contohnya di Kabupaten Sumenep, sampai sekarang masih dalam proses terus. Ini memang dinamikanya luar biasa,” kata Fauzi.
Sumber: jatimnow.com