28 Desember 2022
Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh di bawah 5 persen pada 2023 mendatang.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengatakan, perkiraan tersebut datang dari kondisi resesi ekonomi global yang berdampak terhadap ekonomi dalam negeri.
“Kemungkinan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan di bawah 5 persen di tahun depan,” kata Achmad dalam keterangan resmi, Rabu (28/12/2022).
Achmad menuturkan, situasi ekonomi di Indonesia tak lepas dari kondisi global. Sebagaimana diketahui, ekonomi dunia menjadi bulan-bulanan selama 2022, lantaran konflik Rusia dan Ukraina yang menyebabkan krisis energi dan inflasi yang begitu besar.
Sejumlah negara maju seperti AS, Inggris, dan sejumlah negara Eropa lainnya mengalami keterpurukan. Ini tercermin dari tingkat pengangguran di AS yang menggila, dan krisis pangan di Inggris yang dipicu oleh inflasi yang tinggi.
Tingkat inflasi yang tinggi tersebut kemudian direspons dengan kenaikan suku bunga secara ekstrim oleh sejumlah bank sentral sehingga membawa ekonomi dunia ke arah resesi.
Kondisi tersebut nyatanya juga berdampak terhadap perekonomian nasional. Ini terbukti dengan naiknya harga BBM, peningkatan angka PHK akibat demand ekspor yang rendah, dan lainnya.
“Suku bunga pun sedemikian tinggi, memukul para pengusaha yang meminjam uang ke bank. Hal ini pun menyebabkan orang-orang menahan diri untuk pinjam ke bank,” ungkapnya.
Pemerintah sendiri tampaknya cukup optimistis, apalagi ada laporan terkait surplus perdagangan yang terjadi akibat windfall dari naiknya harga CPO dan batu bara. Namun, Achmad menilai, surplus ini tak linier dengan kesejahteraan masyarakat. Pasalnya, windfall ini hanya dinikmati oleh segelintir oligarki.
Dia menyebut, windfall CPO dan batu bara belum tentu akan bertahan lebih lama. Sebab, jika harga CPO dan batu bara anjlok, maka surplus neraca dagang tak terjamin untuk bisa dipertahankan.
Lebih lanjut dia mengatakan, daya beli masyarakat masih lemah. Resesi sudah mulai terasa. Ini terbukti dengan demand terhadap beberapa komoditas seperti tekstil yang menurun, yang memicu PHK secara besar-besaran. “Tahun depan kemungkinan situasinya akan lebih parah dan lebih parah lagi. Kondisi resesi ekonomi ini akan membuat banyak perusahaan gulung tikar,” pungkasnya.
Sumber: m.bisnis.com