Jum’at, 30 Desember 2022

Warta Ekonomi, Jakarta – Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat mengkritik kebijakan pemerintah soal subsidi kendaraan listrik sebesar Rp 80 juta.

“Subsidi kendaraan sebesar Rp 80 juta sepertinya semakin serius untuk diimplementasikan. Pemerintah sudah kehilangan akal, tidak bisa mempertimbangkan skala prioritas dan menyentuh rasa keadilan,” kata

Achmad melalui keterangan tertulisnya, Jumat (30/12/22).

Seperti yang diberitakan Menperin Agus menegaskan pemerintah berencana akan mengucurkan insentif untuk mobil hybrid dan motor listrik. 

Untuk besaran subsidi mobil listrik senilai Rp80 juta, mobil hibrida Rp40 juta, dan motor listrik Rp8 juta.

Rencana subsidi ini membuat orang-orang menunda pembelian mobil hingga terimplementasinya program ini. 

Subsidi ini tambah Achmad, tentu hanya akan bisa dinikmati oleh orang-orang berkecukupan. Yaitu mereka yang punya strata ekonomi yang tinggi hingga mampu membeli mobil mahal listrik. 

“Sementara rakyat miskin hanya menerima Rp600 ribu selama 3 bulan dalam bentuk BSU yang ditotal menjadi Rp1,8 juta dalam 3 bulan.  Sangat miris jika rencana ini benar-benar akan ditunaikan. Orang kaya bisa dapat subsidi 44 kali lipat daripada rakyat miskin,” jelas dia. 

Achmad juga mengkritik bahwa kebijakan ini sangat jauh dari rasa keadilan sosial sebagai nilai dasar yang dijunjung tinggi dalam konstitusi Indonesia. 

“Pada akhirnya NKRI harga mati hanya jadi slogan bagi rezim ini. Tidak bisa dibayangkan anggaran subsidi yang direncanakan di kucurkan 5 triliun untuk berbagai jenis kendaraan ini hanya akan menghambur-hamburkan anggaran yang berdampak pada meningkatnya kemacetan,” jelas dia.

“Sementara transportasi publik berbasis energi listrik sepertinya kurang mendapat perhatian untuk bisa diimplementasikan di berbagai daerah selain Jakarta,” tambahnya. 

“Justru ini yang akan lebih membawa manfaat lebih bagi negara karena akan mengurangi kemacetan dan mengurangi polusi udara dari emisi karbon yang menjadi problem yang ditimbulkan oleh kendaraan berbahan bakar jenis fosil,” ungkapnya.

Tapi yang lebih parah kata Achmad adalah rakyat miskin akan lebih sakit hati jika ini terimplementasi dan berpotensi menimbulkan chaos.

“Jadi subsisi kendaraan listrik ini lebih baik dibatalkan dan ganti menjadi program pembangunan atau pengadaan transportasi publik berbahan bakar listrik yang mempunyai manfaat lebih besar,” tutupnya.

Sumber: wartaekonomi.co.id