Senin, 12 Desember 2022
HARIANHALUAN.COM – Protes keras Bupati Kabupaten Meranti mengenai Dana Bagi Hasil ke Daerah untuk penghasil minyak bumi dan gas menyita perhatian publik.
Bupati Meranti, Muhammad Adil menganggap pemerintah pusat mengambil minyak dari daerahnya, tetapi Kabupaten Meranti hanya mendapatkan keuntungan kecil dari Dana Bagi Hasil yang dianggarkan oleh Pemerintah Pusat.
Pernyataan keras Bupati Meranti itu direspon oleh pakar kebijakan publik, Achmad Nur Hidayat dalam forum Jangan Salah Arah yang ditayangkan melalui akun Youtube pribadinya, Senin 12 Desember 2022.
“Ini protes sepertinya sudah sampai ubun-ubun gitu ya, bahwa daerah merasa pembagian keuangan antara pusat dan daerah, khususnya daerah penghasil minyak itu tidak adil,” Ucap Acmad Nur.
Ia juga menilai hal yang dirasakan oleh Bupati Meranti tersebut juga dirasakan oleh daerah-daerah yang merupakan penghasil minyak bumi dan gas.
Protes keras tersebut tidak terlepas dari ditetapkannya Undang-Undang mengenai Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang mengatur salah satunya Dana Bagi Hasil Minyak Bumi dan Gas.
Dalam Aturan tersebut ditetapkan bahwasanya keuntungan dari minyak bumi dan gas itu dialokasikan sebesar 85 persen untuk pusat sedangkan 15 persen untuk daerah.
“Undang-undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah ini akan menjadi satu persoalan di kemudian, dan ternyata di akhir Desember ini, di bulan akhir ini, itu kelihat,” sebutnya.
Dalam aturan tersebut juga dijelaskan bahwa 15 persen dari keuntungan tersebut tidak hanya untuk daerah penghasil.
Namun 15 persen tersebut juga dibagi ke daerah-daerah di sekitar dan ke Provinsi, sehingga persentasenya lebih kecil lagi.
“Tetapi memang dalam perhitungan ini, dalam undang-undang ini no 1 tahun 2022 ini terkesan tidak adil,” ucapnya.
“Kenapa? Karena daerah minyak yang dikeruk hasil minyak dan gas nya, itu sebenarnyakan punya resiko yang lebih besar dibandingkan dengan daerah yang tidak punya minyak,” tambahnya.
Dalam pemaparannya ia juga menyampaikan bahwasanya 85 persen untuk pemerintah pusat itu sangat besar sekali.
Hal tersebut harus dipertimbangkan kembali meskipun narasi dari kementerian keuangan mengatakan bahwa dana yang diterima pemerintah pusat tersebut akan dikembalikan ke daerah dalam bentuk dana daerah dan sebagainya.
Namun ia menekankan untuk daerah penghasil minyak dan gas itu harus dipertimbangkan kembali.
“Saya kira Undang-Undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah ini perlu direvisi karena jumlah 85 persen itu cukup besar,” ucap Achmad Nur
Selain itu ia juga mengingatkan untuk lebih memperhatikan kesejahteran masyarakat di daerah penghasil minyak bumi tersebut, terlebih memperhatikan angka kemiskinannya.
Jika masih ada angka kemiskinan ekstrim di daerah tersebut itu sama saja ada kesan bahwa pemerintah di jakarta ini terkesan kolonial.
“Ada angka kemiskinan ekstrem, itukan sama saja ada kesan bahwa pemerintah di jakarta ini adalah pemerintah kolonial, menghisap kekayaan di daerah dibawa ke pusat, kemudian di pusat digunakan untuk pembangunan sementara di daerah tersebut ditinggalkan,” ungkapnya.
Sumber: harianhaluan.com