Jum’at, 30 Desember 2022
WE NewsWorthy, Jakarta – Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, mencurigai motif Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reshuffle kabinet jelang akhir masa jabatannya.
Dalam suatu kesempatan, Presiden Jokowi mengatakan tak menutup kemungkinan melakukan reshuffle kabinet. Kendati, presiden tak mengatakan kapan waktu tepatnya.
Menanggapi hal tersebut, Achmad mempertanyakan kinerja apa yang bisa dilakukan seorang menteri dalam waktu yang efektifnya hanya sekitar 1 tahun lebih sedikit.
“Waktu yang tersisa ini hanya kira-kira efektifnya adalah 1 tahun lebih sedikit. Apa yang bisa dilakukan oleh para menteri dengan kinerja 1 tahun yang lebih sedikit itu ditambah dengan learning curve-nya?” ujar Achmad, dikutip NewsWorthy dari kanal YouTube Achmad Nur Hidayat pada Jumat (30/12).
Oleh karena itu, muncul tanda tanya besar alasan presiden membuka peluang reshuffle di akhir masa jabatan yang hanya tersisa sedikit.
“Karena, waktu yang sempit, perlu waktu proses, belajar lagi, ini mah bukan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan. Kalau niatnya untuk meningkatkan kinerja pemerintahan, maka seharusnya tidak perlu di-reshuffle,” ujar Achmad.
Jika tujuannya untuk meningkatkan kinerja pemerintahan, pakar sekaligus ekonom ini menilai reshuffle tidak perlu dilakukan.
Tanpa perlau melakukan reshuffle, peningkatan kinerja pemerintahan bisa dilakukan dengan mempertahankan menteri yang ada sekarang karena dianggap telah memahi kementeriannya dan bisa dengan cepat mengambil keputusan saat ada masalah.
“Jadi menteri yang ada sekarang asumsinya sudah mengerti apa duduk masalah dari kelembagaannya dia-KL, kelembagaan, kementeriannya dia.
Kemudian dia dengan cepat mengambil keputusan yang berani untuk merubah situasi,” jelas Achmad.
Sumber: nw.wartaekonomi.co.id