Jum’at, 30 Desember 2022
WE NewsWorthy, Jakarta – Penjabat (PJ) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono telah mendapatkan banyak kritikan pedas dari berbagai pihak tentang kebijakannya di Ibu Kota.
Salah satunya yaitu keputusannya untuk mencopot Marullah Matali dari jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI, yang menimbulkan banyak kecaman bagi Heru Budi.
Hal ini juga mendapatkan kritikan dari Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat, ia menilai tindakan Heru Budi ugal-ugalan dalam menjalankan demokrasi.
Achmad menyampaikannya dalam kanal Youtube pribadinya, pada Rabu 28 Desember 2022.
“Dia bukan lahir dari rahim demokrasi. Dia dianggap memiliki kapasitas karena mampu menurut kepada orang-orang yang memberinya jabatan,” kata Achmad dikutip Newsworthy.
“Ternyata dia mengkhianati demokrasi. Bertindak ugal-ugalan, seolah dia adalah pemimpin demokratis,” lanjutnya.
Dia pun mempertanyakan kapasitas Heru Budi dalam menjalankan tugasnya yang hanya menjadi penjabat gubernur DKI.
“Kalau istilah anak mudanya ya, elu tuh siapa. Yang tidak dipilih rakyat, menduduki hanya karena masa transisi. Begitu dia dalam transisi, dimanfaat betul untuk kepentingan-kepentingan orang tertentu yang niatnya tidak lain adalah fasted interested atau memperkaya diri sendiri di atas kepentingan negara,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi PDIP, Gembong Warsono, menyampaikan langsung kritiknya ketika Heru Budi mengunjungi Fraksi PDIP DKI Jakarta, dan ia menyoroti kemampuan komunikasi penjabat gubernur itu.
“Perlu saya sampaikan pada Pak Pj ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian Pak Pj. Pertama, yang menjadi kegelisahan fraksi PDIP soal komunikasi publik Pak Pj yang relatif lemah,” kata Gembong pada Senin (19/12).
Ia menambahkan buruknya komunikasi publik itu telah menciptakan kegaduhan-kegaduhan setelah Heru Budi membuat dan mengumumkan beberapa keputusan dalam peran barunya.
“Kebijakan yang dimunculkan Pak Pj menimbulkan kegaduhan,” ujar Gembong.
Salah satunya adalah kebijakan untuk menetapkan batas usia maksimal bagi pegawai Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) menjadi 56 tahun.
“Walaupun tujuan Pak Pj adalah sesuai dengan aturan yang ada, sesuai dengan undang-undang, namun ini menimbulkan kegaduhan yang luar biasa. Ini rakyat kecil yang mengais rezeki di jalanan ibaratnya, di got-got, penyapu jalan merasa gelisah,” paparnya.
Gembong mengatakan masyarakat tidak mendapatkan informasi yang komprehensif dan jelas mengenai kebijakan-kebijakan baru Heru Budi.
“Kami kemarin jadi bulan-bulanan juga sama awak media,” ucapnya.
“Kami Fraksi PDIP menilai kebijakan pak Pj dalam hal ini sangat minus, sangat minus bukan sekadar minus.
“Gembong kemudian meminta Heru Budi untuk berupaya memperbaiki komunikasinya dan mendorong jajaran terkait untuk dapat menyediakan informasi yang diperlukan oleh publik secara luas demi mencegah munculnya kegaduhan-kegaduhan serupa di masa mendatang.
Sumber: nw.wartaekonomi.co.id