Rabu, 21/12/2022
Ada kontroversi yang cukup serius terkait pernikahan anak bungsu Presiden Jokowi Kaesang Pangarep dan Erina Gundono. Yaitu pada uang mahar Rp300 ribu yang diberikan. Pasalnya, nomor seri uang mahar tersebut adalah tanggal pernikahan, dan tanggal lahir kedua mempelai.
Pernikahan Kaesang-Erina belum lama ini menyedot perhatian publik nasional. Selain menyoroti megahnya pernikahan anak bungsh presiden itu, masyarakat juga ramai membicarakan mahar pernikahannya.
Kaesang memberikan mas kawin berupa seperangkat alat shalat, empat keping logam mulia terdiri dari 10 gram, 12 gram, 20 gram dan 22 gram, serta uang tunai Rp300 ribu.
Uang tunai ini memiliki nomor seri unik yang memiliki makna khusus. Pecahan pertama dengan nomor seri KSE101222, berupa singakatan nama Kaesang dan Erina serta tanggal pernikahan keduanya. Dua pecahan lainnya dengan nomor seri ESG111296 dan KSP251294 yang merupakan singkatan nama dan tanggal lahir keduanya. Keunikan nomor seri ini kemudian menjadi kontroversi di masyarakat.
Nomor seri uang pecahan 300 ribu itu mendapat sorotan publik terkait independensi Bank Indonesia. Bagaimana bisa seseorang mendapatkan nomor seri yang sesuai dengan tanggal lahir kedua mempelai dan tanggal pernikahan dengan akronim masing masing mempelai.
Persoalan nomor seri uang mahar ini tentu saja menjadi pertanyaan yang krusial. Apakah bank sentral sudah menjadi jasa layanan untuk menyediakan uang dengan nomor seri cantik untuk mahar pernikahan? Berarti dalam prinsip equality before the law semua orang juga memiliki hak yang sama untuk bisa memesan nomor seri sesuai pesanan, atau hanya anak presiden saja yang bisa melakukan hal tersebut.
Dan jika hanya anak presiden yang dapat memesan uang tersebut berarti ada perlakuan yang tidak setara yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Dan ini tentunya layak untuk diusut dan dipertanyakan.
Bank Indonesia sendiri melalui juru bicaranya membantah pencetakan khusus uang mahar Kaesang tersebut. “BI tidak secara khusus melakukan pencetakan uang yang menjadi mahar pernikahan tersebut,” kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resminya, Jumat (16/12).
Erwin menjelaskan, bahwa BI memang secara khusus mengeluarkan seri uang tersebut dari tempat penyimpanan atau khazanah untuk uang mahar pernikahan Kaesang demi promosi rupiah desain baru.
Ia menjelaskan, setiap uang kertas yang dicetak BI memiliki nomor seri khusus sehingga tidak ada nomor seri ganda. Nomor seri khusus itu menerapkan pola kombinasi berurutan alias aritmetik mengikuti urutan huruf dan angka.
Menurut Erwin, uang yang sudah dicetak kemudian disimpan di khazanah atau tempat penyimpanan uang kertas dan logam milik Bank Indonesia. Rupiah yang ada di khazanah kemudian bisa secara khusus dikeluarkan pada momentum tertentu. Oleh karena itu, uang seri khusus pada pernikahan Kaesang-Erina sebetulnya uang yang sudah dicetak dan tersimpan di khazanah.
Meski demikian, Erwin menjelaskan, dikeluarkannya uang seri khusus dari khazanah BI ini tak dapat dilakukan sembarangan. Bank sentral akan mempertimbangkan momentum spesial yang menjadi pusat perhatian publik. Saat pernikahan Kaesang waktu lalu, BI menilai pengeluaran nomor seri khusus itu dari khazanah bisa sekaligus jadi sarana promosi rupah desain baru yang dikeluarkan 17 Agustus lalu.
Penjelasan Erwin sebagai juru bicara BI terkait uang pecahan 300 ribu sebagai alat promosi adalah terkesan alasan yang dipaksakan dan pembodohan publik. Bank Indonesia sendiri memiliki mekanisme yang sudah berjalan selama ini untuk sosialisasi uang yang di cetaknya.
Penjelasan bahwa uang nomor seri tersebut sudah ada dan tersimpan di khazanah pun baru penjelasan sepihak dari BI. Peristiwa ini tentunya mesti disoroti secara serius karena ini menyangkut independensi Bank Sentral yang tidak berada di bawah eksekutif.
Dengan adanya UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, BI ditetapkan sebagai Bank Sentral yang bersifat independen. UU ini menetapkan tujuan tunggal BI yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, dan menghapuskan tujuan sebagai agen pembangunan.
Untuk itu, perlu dibentuk Pansus DPR untuk menyelidiki terkait uang mahar 300 ribu tersebut untuk memperjelas kronologi hal tersebut bagaimana bisa terjadi, bisa dinamakan “Pansus Uang Mahar”. Dan jika ada hal yang dilanggar terkait uang seri tersebut maka Presiden dan Gubernur Bank Indonesia harus bertanggung jawab, karena negara kita adalah negara hukum dan bukan negara kekuasaan yang bebas melakukan apa pun seenaknya hanya karena berkuasa.
Oleh: Achmad Nur Hidayat | Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute
Sumber: neraca.co.id