1 Desember 2022

Jakarta (pilar.id) – Salah satu isu yang diangkat dalam gelaran KTT G20 di Indonesia beberapa waktu lalu adalah soal ketahanan pangan dunia menghadapi resesi perekonomian global. Namun, anggaran terkait dengan pangan di Indonesia, justru tidak jadi prioritas pemerintah dalam penentuan APBN 2023.

Seperti yang sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 akan difokuskan pada 6 kebijakan strategis. Dari enam sektor itu, sektor pangan tidak masuk sebagai salah satu prioritas.

Kebijakan-kebijakan tersebut meliputi, penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM), akselerasi reformasi sistem perlindungan sosial, dan melanjutkan pembangunan infrastruktur prioritas khususnya infrastruktur yang mendukung transformasi ekonomi.

Kemudian, pembangunan infrastruktur untuk menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN), dan revitalisasi industri dalam rangka mendorong hilirisasi. Terakhir, pemantapan reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi.

Menanggapi hal itu, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan, tahun depan negara yang biasa ekspor pangan akan mengurangi bahkan menahan komoditasnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebagai langkah mengatasi krisis pangan. Hal itu sebagai dampak dari resesi ekonomi yang diramalkan semua negara akan terkena imbasnya.

“Sehingga Indonesia harus bersiap dengan kemungkinan terjadinya permasalahan impor pangan,” kata Hidayat, di Jakarta, Kamis (1/12/2022).

Pemerintah, lanjut Hidayat, mestinya menyiapkan alokasi anggaran yang besar untuk membiayai program ketahanan pangan. Sayangnya, alokasi anggaran untuk ketahanan pangan ini yang paling kecil. “Hal ini beresiko akan ada banyak masyarakat yang akan kelaparan tahun depan,” kata dia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, alokasi ketahanan pangan Rp104,2 triliun. Sementara untuk pendidikan merupakan alokasi terbesar di APBN, yakni sebesar Rp612,2 triliun. Untuk perlindungan sosial sebesar Rp476 triliun, bidang energi, termasuk subsidi dan kompensasi sebesar Rp341,3 triliun, kesehatan Rp178,7 triliun, alokasi ke infrastruktur Rp392,1 triliun, serta pertahanan keamanan TNI Polri sebesar Rp316,9 triliun.

“Postur anggaran ini dikhawatirkan tidak mampu menjawab permasalahan besar yang akan dihadapi di tahun 2023,” kata Hidayat.

Hidayat menambahkan, kondisi geopolitik yang tidak kondusif lantaran konflik Rusia dan Ukraina juga di beberapa negara lainnya telah menimbulkan inflasi global yang tinggi. Krisis pangan dan energi akan menjadi mimpi buruk bagi masyarakat dunia. Belum lagi, badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang akan semakin menggila dan harus segera diantisipasi dari saat ini.

Pemerintah, kata Hidayat, harus bisa menahanan diri dengan menangguhkan infrastruktur prioritas yang tidak berpengaruh signifikan terhadap pemulihan ekonomi serta ketahanan pangan dan energi. Khususnya megaproyek IKN yang hanya akan menjadi penghambat dalam menjaga kestabilan saat resesi ekonomi melanda.

“Apalagi belum ada investor yang tertarik dengan proyek ini. Tapi entah bagaimana pemerintah masih terus memaksakan diri,” tandasnya.

Sumber: pilar.id