Rabu, 16 November 2022
Warta Ekonomi, Jakarta – Gegap gempita perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali di media sosial (medsos) maupun media elektronik lainnya amat sangat kental.
Pakar kebijakan publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menyoroti posting-posting gelaran KTT G20 tersebut yang mengglorifikasi bahkan terkesan menjadi perhelatan selebrasi bernuansa entertainment (hiburan).
“Hal ini pun memunculkan pertanyaan apakah KTT G20 ini serius atau tidak?” kata Achmad, dalam pernyataan resminya, dikutip Warta Ekonomi.
Menurut Achmad, publik pun seperti kehilangan fokus, sebut saja kemunculan sosok Kim Keon Hee istri presiden Korea Selatan yang banyak dimuat juga di berbagai media sehingga membuat KTT G20 seperti red karpet K-Drama.
Sementara, lanjutnya, eksistensi KTT G20 saat ini ditengah situasi krisis berat dan menghadapi mimpi buruk resesi global yang lebih berat. Dan semestinya perhelatan ini menghasilkan resolusi yang berkualitas bagi pemulihan ekonomi dunia.
“Ditengah konflik antara Timur dan Barat yang sedang terjadi di dunia, masyarakat pun global berharap bahwa KTT G20 yang dilaksanakn mulai hari Selasa (15/11/2022) dapat meredakan ketegangan khususnya antara Rusia dan Ukraina,” terangnya.
Dalam hal ini Indonesia diharapkan mampu berperan secara signifikan dalam upaya menurunkan tensi ketegangan konflik tersebut.
Achmad, yang juga ekonom dari Narasi Institute itu menyebut, ketidakhadiran Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dapat dimaklumi bahwa mereka mempunyai urusan dalam negeri yang harus diselesaikan apalagi mereka masih dalam situasi konflik.
“Dan publik pun menilai bahwa ada tekanan-tekanan lain yang membuat Rusia tidak hadir pada KTT G20 kali ini. Walaupun demikian, KTT G20 tetap memfasilitasi pertemuan yang menghadirkan pihak-pihak yang bertikai baik dari pihak Rusia dan Ukraina walaupun hanya dilakukan secara virtual,” tambahnya.
Dalam pertemuan secara virtual di KTT G20, Zelensky memamerkan kemenangannya setelah berhasil membebaskan Kherson yang merupakan salah satu kota yang diduduki Rusia setelah invasi pada 24 Februari lalu.
Di forum tersebut Zelensky pun memaparkan formula perdamaian yang sebelumnya pernah ia sodorkan di hadapan forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tapi tetap saja pertemuan via virtual Zelensky di KTT G20 memperlihatkan sinyal bahwa konflik masih akan berlangsung lama.
“Dan KTT G20 tampaknya tidak akan berpengaruh besar terhadap situasi ketegangan antara dua negara tersebut,” jelas Achmad.
“KTT G20 belum usai sudah terjadi penyerangan rudal buatan Rusia ke Polandia yang merupakan salah satu anggota NATO dan menyebabkan 2 orang korban tewas,” sambungnya.
Rusia sendiri tidak mengakui bahwa itu dilakukan olehnya. Dan sepertinya hal ini juga yang membuat Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov Tinggalkan Bali Sebelum Deklarasi G20.
Rusia menganggap peluncuran rudal tersebut sebagai upaya untuk memprovokasi agar konflik yang terjadi semakin menguat. Dan hal ini tentunya akan menyeret negara-negara NATO masuk ke dalam konflik ini secara masif.
Beberapa pemimpin negara seperti Erdogan dan Joe Biden menyampaikan bahwa rudal tersebut bukan ditembakan oleh Rusia.
Mengutip Associated Press, rudal itu disebutkan ditembak Kyiv guna menghalau tembakan rudal dari Rusia (16/11/2022).
Melihat hal ini membuat KTT G20 tidak memberikan dampak meredanya konflik ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Untuk hal ini maka KTT G20 ini dianggap gagal. Walau bagaimanapun konflik ini sangat berdampak kepada pelemahan ekonomi global, sehingga peranan KTT G20 ini diharapkan membawa dampak yang signifikan terutama terwujudnya perdamaian diantara pihak-pihak yang bertikai.
Sumber: wartaekonomi.co.id