November 3, 2022

Korban penyakit gagal ginjal akut terus bertambah. Menurut data per 31 Oktober 2022 sudah terjadi 304 kasus gagal ginjal akut anak dimana 159 anak meninggal 46 masih dalam perawatan dan 99 anak telah dinyatakan sembuh. 

BPOM dalam kasus gagal ginjal akut anak ini tentunya tidak bisa lepas tangan begitu saja. Karena saat ini sudah 150 anak lebih yang jadi korban penyakit gagal ginjal akut ini Sehingga BPOM mesti bertanggung jawab. 

Pihak kepolisian harus segera memanggil Ketua BPOM Peny K Lukito untuk dimintai keterangan terkait kasus gagal ginjal akut ini. Jika, akhirnya terbukti BPOM lalai bahkan melakukan pelanggaran maka Kepala BPOM dan pihak lain yang bertanggung jawab di BPOM harus di beri sanksi sesuai UU. Selain itu polisi juga harus segera memanggil pihak perusahaan yang bahannya sudah ditetapkan mengandung kandungan EG dan DEG. 

Dengan kondisi yang ada saat ini maka publik menuntut beberapa hal demi perbaikan BPOM ke depan. 

Pertama, BPOM harus dituntut  menjadi lembaga yang lebih profesional dan kredibel. Perlu ada evaluasi menyeluruh pada BPOM saat ini apakah kejadian ini terjadi akibat kurangnya SDM atau pun kurangnya anggaran. Jika ternyata permasalahannya hal tersebut maka pemerintah perlu menambah jumlah SDM dan jumlah anggaran BPOM.

Kedua, perlu adanya peningkatan kerjasama BPOM dengan Badan sejenis di negara lain. Kerjasama ini penting karena BPOM dapat memperoleh informasi terkait ingridient berbagai makanan dan obat dari negara negara lain karena produk produk yang beredar di Indonesia juga beredar di negara lain. Seperti contoh kasus mie sedap yang dilarang di Hongkong dan Singapura karena ditemukan ada kandungan pestisida tetapi mengapa di Indonesia tidak dilarang. Ini tentunya menjadi catatan penting. 

Ketiga, harus adanya pengawasan yang ketat  terhadap BPOM ini. Selama ini mitra kerja BPOM adalah Komisi IX DPR RI namun ternyata muncul kasus gagal ginjal akut anak ini yang diindikasi lalainya BPOM. Lalainya BPOM ini juga tidak lepas dari lemahnya lembaga pengawas terhadap kerja BPOM. Sehingga perlu untuk dibentuknya lembaga independen untuk khusus mengawasi kerja kerja BPOM agar kasus kasus seperti gagal ginjal akut ini tidak kembali terjadi di kemudian hari.

Diketahui bahwa Komunitas Konsumen Indonesia melayangkan somasi terhadap BPOM karena dianggap melakukan kebohongan publik terkait 133 nama obat  sirop yang dinyatakan aman propilen glikol, polietilen glikol,sorbitol hingga gliserin atau gliserol.

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing mengatakan pengumuman terhadap 133 nama obat yang dianggap aman oleh BPOM diduga tidak berdasarkan hasil pengujian, namun hanya didasarkan registrasi obat yang telah dilakukan sebelumnya.

Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, juga ikut mengkritik lemahnya fungsi monitoring yang dimiliki BPOM atas kejadian temuan cemaran senyawa etilen glikol (EG) yang melebihi ambang batas pada sejumlah produk obat sirop yang beredar di Indonesia.

Siti menilai tupoksi BPOM melemah pada era sekarang. Ia pun mengklaim saat dirinya menjabat sebagai Menkes periode 2004-2009, peran BPOM adalah rutin melakukan uji dan pengawasan. Ia kemudian menilai BPOM saat ini hanya sebagai lembaga registrasi obat dan makanan tanpa pengawasan yang penuh.

Jika kita menilik peran BPOM  (Badan Pengawas Obat dan Makanan)  Dilansir laman resminya, BPOM menyebutkan bahwa Indonesia harus memiliki sistem pengawasan yang aktif dan efisien untuk mengawasi produk-produk konsumsi masyarakat.

Sistem tersebut dapat terwujud dengan dibentuknya BPOM sebagai salah satu Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK), yang diklaim “memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.” BPOM memiliki jaringan nasional dan internasional, serta memiliki kewenangan dalam penegakan humum. Sebagai LPNK, tugas dan fungsi BPOM diatur secara resmi oleh negara.

Tugas BPOM

Tugas utama BPOM tercantum dalam pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2017, yang menyebutkan bahwa:

BPOM bertugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Obat dan makanan yang dimaksud terdiri atas obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan.

Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, BPOM harus menjalani fungsinya, yaitu menjalankan tugas utamanya, melakukan pengawasan sebelum maupun selama beredar.

Fungsi pengawasan sebelum beredar berkaitan dengan tindakan pencegahan untuk menjamin produk obat maupu makanan yang akan beredar sesuai standard dan syarat keamanan. Sementara, fungsi pengawasan setelah beredar berkaitan tindakan untuk memastikan bahwa produk konsumsi tetap terjamin standar dan syarat keamanananya.

Dengan kewenangan yang sedemikian luas terkait Pengawasan Obat dan Makanan maka BPOM ini perlu untuk diawasi secara lebih ketat. Bahkan jika diperlukan maka harus dibuat badan atau lembaga lainnya untuk untuk mengurangi wewenang dan kewajiban BPOM ini karena terlalu luasnya cakupan tugas BPOM.

Sehingga dengan kejadian gagal ginjal akut ini menunjukkan bahwa BPOM tidak mampu menjalankan kewajibannya sehingga berakibat fatal bagi rakyat Indonesia.

Maka sudah saatnya BPOM ini dievaluasi total. Karena terlalu terpusat nya banyak hal terkait Pengawasan Obat dan Makanan ini maka diperlukan Badan badan lain sehingga beban BPOM ini tidak terlampau banyak.

Oleh : Achmad Nur Hidayat | Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute

Sumber: intime.id