Selasa, 15/11/2022

Ekonomi global 2023 diprediksi suram dan tidak baik. Hal ini disebabkan faktor lemahnya semangat kerjasama antar negara adidaya ditambah lagi faktor lemahnya permintaan dunia karena kenaikan harga, eskalasi perang Ukraina, memanas perairan Taiwan dan  karena ketidaksepakatan pemimpin global akan pentingnya perdamaian dan kolaborasi.

Melihat fitur ke depan demikian, sebaiknya APBN 2023 tidak perlu memasukan pembiayaan pembangunan yang berasal dari luar negeri seperti Global Bond, Official Development Assistance (ODA) Funds, pinjaman luar negeri, IMF dan World Bank Assistance. Karena semuanya itu tidak akan kondusif.

Pemerintah Indonesia sebaiknya harus mengerem rencana PSN (Program Strategis Nasional)-nya karena kesulitan mencari dana di tahun 2023 dan 2024. Termasuk pembiayaan IKN sepertinya tidak akan berhasil karena pemilihan waktu pemindahan Ibukota yang tidak tepat dimana situasi dunia sedang memanas, dan pasar keuangan tidak mau ambil risiko karena ketegangan timur dan barat.

Antisipasi Belum Jelas

Publik juga menunggu tindakan konkret apa yang akan dilakukan oleh pemerintah menghadapi resesi yang akan datang. Adapun narasi yang dibangun hanya narasi-narasi yang menegaskan bahwa prediksi resesi 2023 benar-benar akan datang.

Hal ini disampaikan lagi oleh pemerintah, kali ini melalui Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers Capaian investasi triwulan III (10 Nov. 2022), yang menyampaikan bahwa tahun 2023, ekonomi global itu akan gelap. Dia tidak setuju dengan sebagian orang yang mengatakan (ekonomi) global baik-baik saja. Apalagi, tahun tersebut merupakan tahun politik jelang pemilu serentak di 2024.

Dalam konfrensi tersebut juga Bahlil menyampaikan bahwa ada beberapa negara yang sudah menjadi pasien IMF dan beberapa negara sedang mengantri untuk menjadi pasien IMF. Tidak ada statement dari Bahlil yang menggambarkan rencana antisipasi yang akan diambil untuk menghadapi resesi global di konfrensi pers tersebut.

Sebelumnya Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir menyampaikan tiga strategi yang akan dilakukan pemerintah yaitu meliputi: memperdayakan ekonomi domestik yang sangat besar, pengendalian inflasi, khususnya inflasi pangan melalui gerakan tanam pekarangan, food estate, serta peningkatan produktivitas dan percepatan musim tanam memperlancar distribusi barang dengan bekerjasama antar daerah dan subsidi ongkos angkut, dan perbaikan iklim investasi dengan penerapan online single submission (OSS) secara penuh di seluruh Indonesia.

Apa yang disampaikan oleh Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan tersebut belum menjawab persoalan yang mendasar, baik dalam soal pangan apalagi energi yang sama sekali tidak disinggung.

Khusus tentang pangan, jika melihat data statistik yang menyusun pertumbuhan ekonomi 5,72 persen, terkait pangan khususnya pertanian yang hanya menyumbang 1,65% sementara sektor pertanian ini yang paling banyak menyerap tenaga kerja sekitar 29,96 persen dari total 135,61 juta penduduk bekerja. Dengan melihat angka tersebut dapat disimpulkan, bahwa kondisi pangan akan semakin sulit dimasa resesi yang akan datang. Apalagi kondisi nilai rupiah yang lemah tentunya membuat harga pupuk impor akan semakin mahal saat daya beli petani (khususnya) semakin melemah.

Berikutnya yang disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) pada 21 Oktober 2022 yang mengatakan, bahwa pemerintah sudah antisipasi dengan prediksi yang baik dan diharapkan pemerintah bisa terus menjaga momentum pemulihan ekonomi. Adapun yang akan dilakukan pemerintah diantaranya adalah reformasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang alokasinya bisa dihemat dan digunakan untuk belanja yang lebih produktif lagi, akan fokus pada pembangunan infrastruktur kesehatan dan digital, industri yang direvitaslisasi dan ekonomi hijau, dengan meningkatkan pendapatan negara dan juga spending better.

Apa yang disampaikan Prastowo bukanlah hal yang baru, karena Presiden Jokowi sendiri sudah pernah menyampaikan hal yang serupa terkait dengan reformasi subsidi BBM yang akan dialihkan untuk hal yang lebih produktif. Pernyataan ini bukan kabar yang baik bagi public, karena jika BBM mahal maka resesi yang akan datang akan sangat berat untuk dihadapi. Termasuk pernyataan lainnya yang belum secara jelas seperti apa upaya konkret yang akan dikerjakan.

Dari hal-hal tersebut, publik melihat bahwa pemerintah belum punya rencana yang komprehensif dan matang untuk menghadapi resesi global yang akan datang. Hanya rencana-rencana usang yang sering yang disampaikan setiap tahunnya. Publik butuh kebaruan program yang disusun secara komprehensif dan disampaikan ke publik sehingga membuat publik lebih optimis menghadapi tahun-tahun depan.

Oleh : Achmad Nur Hidayat | Ekonom Narasi Institute

Sumber: neraca.co.id