Jum’at, 25 November 2022
Warta Ekonomi, Jakarta – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kini telah menjadi keprihatinan khalayak dengan banyaknya startup di berbagai sektor yang lumpuh sehingga banyak karyawan di-PHK.
Memberikan pandangannya terhadap fenomena ini, ekonom Achmad Nur Hidayat dalam sebuah video berjudul Hari Ini PHK Massal Start Up, Siap-siap Besok Giliran Anda? yang diunggah di akun YouTube Achmad Nur Hidayat pada 22 November lalu menyampaikan bahwa ada dua inefisiensi yang menyebabkan startup melakukan PHK kepada karyawannya.
Di awal video, Achmad menjelaskan bahwa digitalisasi pascapandemi Covid-19 menjadi satu hal yang menggemparkan, di mana pekerjaan konvensional terkonversi menuju pekerjaan digital. Akibat maraknya digitalisasi, pekerjaan digital menjadi satu hal yang lumrah terjadi di masyarakat karena masyarakat menganggap digitalisasi telah memberikan banyak manfaat.
“Saya kira kita berada di titik [kejayaan digitalisasi] itu, tapi ini agak ya, situasi akhir-akhir ini terutama di November 2022, di mana situasi digital sedang [dalam posisi] yang paling cemerlang, tapi kenapa kemudian terjadi PHK yang begitu masif? Ya setidaknya PHK masif itu tidak hanya terjadi di Indonesia saja, karena perusahaan digital seperti Meta dan Amazon ternyata juga melakukan PHK masal serupa,” tutur Achmad.
Ia menjelaskan bahwa situasi di Indonesia saat ini, sudah ada 14 perusahaan atau startup digital telah melakukan PHK masal seperti baru-baru ini gencar diberitakan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) telah melakukan PHK kepada sebanyak 1.300 orang karyawan demi efisiensi agar perudahaan lebih mudah bergerak dan untuk mendorong percepatan kemandirian finansial sehingga dapat menjaga tingkat pertumbuhan perusahaan untuk dapat memberikan manfaat.
“Kalau kita lihat situasi yang terjadi di dunia ini agak menarik. Lagi bagus-bagusnya kenapa terjadi PHK? PHK kan terjadi manakala perusahaan itu tidak lagi mampu membayar liabilitasnya. Padahal kan perusahaan startup, apalagi yang disebutkan tadi itu kan unicorn, perusahaan yang memang dikejar-kejar oleh investor. Sahamnya terus naik, kenapa kok malah mem-PHK?”
Menjelaskan alasan dari pernyataannya ini, Achmad memberikan jawaban bahwa ia memiliki dua jawaban terkait dengan adanya dua inefisiensi di dalam perusahaan startup. Inefisiensi pertama yang bisa terjadi adalah bahwa perusahaan startup telah merekrut orang melebihi dari kebutuhan dengan salah satu alasan bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan unicorn. “Dia ingin gagah-gagahan, jadi merekrut orang sebanyak-banyaknya padahal sebetulnya melebihi dari jenis pekerjaan itu sendiri,” ujarnya.
“Inefisiensi yang kedua adalah gaji. Orang-orang yang bekerja di startup itu kan [gajinya] luar biasa, terutama di level menengah dan elit. Itu gajinya melampaui dari pekerjaan-pekerjaan konvensional. Nah gaji yang besar itu ternyata tidak diimbangi oleh, misalnya kalau ecommerce itu tidak diimbangi oleh traffic orang yang menggunakan ecommerce sehingga inefisiensi itu menyebabkan cash flow keluar perusahaan lebih besar daripada cash flow masuknya.”
Dalam hal ini, Achmad menyampaikan bahwa ‘kejayaan’ yang nampak pada startup dalam waktu sebelum ini adalah karena adanya para investor yang telah menopang startup-startup tersebut. Tidak hanya itu, situasi saat ini juga telah berubah dengan adanya ancaman resesi yang menghantui dunia di tahun 2023. Itulah mengapa kondisi startup pun kini berubah sehingga harus melakukan efisiensi yang salah satunya dilakukan dengan melakukan PHK kepada karyawannya.
Sumber: wartaekonomi.co.id