01 Oktober 2022
Massa mahasiswa dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK) berunjuk rasa di depan Kantor DPRA, dua hari lalu.
Mereka memprotes kenaikan harga pangan sebagai dampak dari naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Koordinator aksi, Wahyu mengatakan, pihaknya melakukan aksi unjuk rasa ini untuk meminta agar pemerintah menurunkan harga BBM dan menjamin ketersedian BBM bersubsidi.
Pihaknya juga mendesak agar Pemerintah Aceh menjaga stabilitas harga pangan dan produk pertanian.
“Petani menjerit ketika melihat harga-harga hasil produksi petani yang tidak stabil,” kata Wahyu.
Ketua Himpunan Agroteknologi, Fakultas Pertanian USK, M Firdaus mengatakan, aksi itu dilakukan untuk menjawab keresahan masyarakat, khususnya petani akibat naiknya harga BBM yang telah berimbas pada kenaikan harga pangan.
Jauh sebelum pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi, banyak pakar, pengamat, dan wakil rakyat sudah mengingatkan bahwa lonjakan harga pangan dan berbagai kebutuhan lainnya termasuk peningkatan pengangguran akan terjadi secara mendadak.
Maka, ketika pemerintah tak mendengar itu dan benar-benar menaikkan harga BBM bersubsidi, pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan, “Langkah pemerintah ini sungguh amat kejam di tengah kondisi masyarakat yang berada di bawah himpitan ekonomi sulit dan daya beli sangat rendah pemerintah dengan teganya justru menaikkan harga BBM.
” Penaikan harga BBM yang dilakukan pada waktu yang tidak tepat itu telah berdampak pada naiknya harga berbagai bahan pangan dan kebutuhan masyarakat lainnya.
Dan itu bisa menyebabkan stagflasi, sebagai rambatan efek dari kenaikan berbagai harga.
Bahkan, Achmad mengkhawatirkan terjadinya PHK besar-besaran.
“Pabrik-pabrik juga akan keberatan menghadapi dampak dari kenaikan harga BBM ini.
” Masyarakat Indonesia diibaratkan “sudah jatuh lalu tertimpa tangga”.
Belum usai derita akibat pandemi Covid-19, kini masyarakat menghadapi kenaikan harga BBM dan risiko lonjakan harga berbagai kebutuhan.
Kenaikan harga BBM itu memang problematis.
Karena, dalam beberapa waktu terakhir harga minyak global turun.
Lalu, pemerintah malah menggunakan APBN untuk proyek mercusuar, bukannya untuk melindungi masyarakat.
“Bantalan sosial yang digelontorkan sebesar Rp 24,17 triliun tidak akan sebanding dengan tingkat risiko yang akan ditanggung atas kebijakan kenaikan BBM,” ujar pakar kebijakan publik.
Dan, dua hari lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan perekonomian dunia termasuk Indonesia, tahun depan gelap.
“Ancaman kegelapan semakin nyata sejalan dengan situasi tahun ini yang tak kunjung membaik.” kata Presiden.
Artinya, terlepas dari memburuknya ekonomi global, keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi ikut menjadi penyebab menggelapnya ekonomi nasional tahun depan.
Pertanyaannya, bagaimana kita masyarakat kecil menghadapi itu?
Nah!?
Sumber: aceh.tribunnews.com