17 Oktober 2022

INDONESIARAYA.CO.ID – Media memberitakan bahwa kasus gangguan ginjal akut atipikal atau gangguan ginjal akut misterius pada anak bertambah menjadi 152 kasus.

Kementrian Kesehatan (Kemenkes) bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan tim dokter dari RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) telah membentuk tim untuk menyelediki kasus ini.

Banyak asumsi yang mengkaitkan kasus ini dengan vaksinasi Covid 19 sebab jika tidak terkait dengan Vaksin COVID19 maka Kasus Hepatitis dan Gagal Ginjal Akut tentunya sudah sudah terjadi bertahun-tahun yg lalu.

Ada penelitian yang menarik untuk disimak dan patut diteliti lebih dalam.

National Library Medicine sebagai pusat informasi bioteknologi nasional di Amerika serikat melalui webnya yang beralamat di https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35678258/.

Hasil dari penelitian itu adalah dari 1133 kasus Acute Kidney Injury (AKI)  yang diidentifikasi.

Pfizer-BNT tampaknya memiliki korelasi AKI yang lebih kuat daripada MODERNA dan JANSSEN, berdasarkan rasio odds pelaporan tertinggi (ROR = 2,15, interval kepercayaan 95% = 1,97, 2,36).

Peneliti tersebut mengamati perbedaan usia, komorbiditas, penyakit saat ini, penyebab Acute Kidney Injury (AKI)  pasca-vaksinasi, dan waktu timbulnya AKI di antara tiga vaksin.

Sebagian besar pasien berusia lanjut, dengan usia tertinggi di MODERNA (68,41 tahun) dan terendah di JANSSEN (59,75 tahun).

Komorbiditas terlihat pada 58,83% kasus dan infeksi aktif pada lebih dari 20% kasus.

Penyebab utama AKI pasca-vaksinasi adalah deplesi volume (40,78%), diikuti oleh sepsis (11,74%).

Pasien di Pfizer-BNT memiliki hasil terburuk dengan 19,78% kematian, mengikuti 17,78% di MODERNA dan 12,36% di JANSSEN ( p = 0,217).

Proporsi pasien yang menjalani dialisis lebih tinggi di JANSSEN daripada di Pfizer-BNT dan MODERNA (14,61% vs 6,54%, 10,62%, p = 0,008).

Adapun kesimpulannya adalah bahwa Acute Kidney Injury (AKI) dapat terjadi setelah pemberian vaksin COVID-19, terutama pada pasien usia lanjut.

Namun, kausalitas perlu diidentifikasi lebih lanjut.

Tentunya hasil penelitian ini tidak boleh dilewatkan oleh pemerintah. Dan jika benar adanya maka tidak boleh ada hal yang ditutupi.

Siapa yang bertanggungjawab pun kelihatannya sudah mudah ditebak?

Masyarakatpun berhak untuk mengetahui dan dapat melakukan langkah antisipatif agar kasus ini tidak meluas.

Oleh: Achmad Nur HidayatPakar Kebijakan Publik Narasi Institute.**

Sumber: indonesiaraya.co.id