19 September 2022
Pada Sabtu (3 September 2022), pemerintah akhirnya mengumumkan kenaikan harga Pertalite dan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Hal ini diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Pemerintah melaporkan bahwa beban subsidi BBM mencapai Rp 502.4 triliun, jumlah yang sangat tinggi tentunya. Untuk meringankan beban pajak ini, maka pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM. Harga Pertalite naik dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter (naik sekitar 30,7%), harga solar naik dari Rp 5.150/liter menjadi Rp 6.800/liter (naik sekitar 32%) dan harga pertamax naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter. Peningkatan keseluruhan untuk ketiga bahan bakar adalah sekitar 26%.
Pak Jokowi mengungkapkan sangat ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau. Namun, anggaran subsidi serta kompensasi bahan bakar pada tahun 2022 meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502 triliun dan akan terus meningkat, yang akan menambah beban APBN. Selain itu, menurut catatannya, 70% dari subsidi tampaknya menguntungkan kelompok kaya. “Padahal uang negara harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang paling miskin,” kata Presiden Jokowi.
Oleh karena itu, pemerintah terpaksa mengurangi subsidi BBM agar kas negara tidak kolaps. Debat Pemerintah Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan kemungkinan APBN kolaps jika pemerintah tidak memangkas subsidi BBM. Ia menjelaskan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022, pemerintah telah menaikkan anggaran subsidi BBM dan LPG sebanyak tiga kali lipat dari Rp 77,5 triliun-Rp 1 49,4 triliun Diasumsikan harga minyak dunia akan mencapai 105 US Dolar per barel dengan kurs Rp 14 .700 per dolar. Anggaran subsidi listrik juga dinaikkan dari Rp 56,5 triliun menjadi Rp 59,6 triliun. Selain itu, ada anggaran kompensasi tagihan listrik yang dinaikkan dari Rp 0 menjadi Rp 1 triliun. “Jadi total subsidi dan kompensasi BBM, LPG dan listrik mencapai Rp 502, triliun,” kata Sri Mulyani. Selengkapnya: Mencermati Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Pengurangan subsidi energi ini mutlak diperlukan sebagai bagian dari upaya pencapaian target defisit anggaran di bawah 3% pada 2023 Terkait penurunan harga minyak dunia akhir-akhir ini, Sri mengatakan belum berdampak pada pengurangan beban APBN.
Beberapa faktor penyumbang inflasi selain kenaikan harga BBM adalah harga makanan dan minuman serta tarif angkutan. Keduanya berpendapat bahwa bahan bakar adalah salah satu komponen terpenting dari biaya produksi dan distribusi. “Industri makanan dan minuman membutuhkan BBM untuk produksi, distribusi dan bahan baku. Kenaikan harga BBM hingga Rp 1.500 akan menyebabkan harga pangan naik minimal 5-10%,” kata Adhi S Lukman. . , Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, GAPPMI. Dalam beberapa tahun terakhir, dunia industri tidak lagi diuntungkan dengan subsidi BBM, namun menurut Adhi, kenaikan harga minyak dunia juga menyebabkan biaya produksi melambung tinggi.
Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Lembaga Narasi, mengatakan kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi akan sangat berat bagi kehidupan masyarakat. Menurutnya, kenaikan harga BBM dilakukan pada waktu yang tidak tepat karena akan mempengaruhi harga pangan dan kebutuhan masyarakat lainnya. Ia juga menilai bahwa kenaikan harga BBM berisiko menyebabkan inflasi stagnan, dampak dari berbagai kenaikan harga akan meluas. Bahkan, Achmad khawatir terjadi PHK massal. “Pabrik juga akan memprotes dampak kenaikan harga BBM ini,” katanya.
Kenaikan harga BBM juga berdampak pada aspek sosial masyarakat. Salah satunya adalah meningkatnya angka pengangguran. Pasalnya, bahan bakar adalah bahan baku dasar untuk operasi perusahaan. Kenaikan harga BBM akan membebani biaya produksi. Terakhir, perusahaan perlu mempertimbangkan efisiensi produksi. Oleh karena itu, pilihan yang harus diambil perusahaan adalah menghentikan proses perekrutan karyawan baru sampai mereka terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini berpotensi meningkatkan angka pengangguran.
Secara sektoral, sektor yang boros bahan bakar mau tidak mau akan menyusut paling banyak, terutama transportasi jalan raya, angkutan laut, transportasi kereta api, layanan ekspres dan pengiriman. Untuk dapat bertahan, sektor-sektor tersebut tentunya akan mengalami kenaikan harga dan hal ini dibuktikan dengan naiknya biaya transportasi. Kenaikan harga di sektor transportasi pada gilirannya akan mempengaruhi sektor ekonomi lainnya melalui multiplier effect. Dan kita tahu bahwa kenaikan harga komoditas juga akan menyebabkan inflasi yang lebih tinggi di Indonesia.
Kemudian dari sudut pandang pemerintah, kenaikan harga BBM yang menimbulkan keresahan akan berdampak pada reputasi pemerintah di mata masyarakat. Apalagi menjelang tahun politik di mana isu kenaikan harga BBM akan menjadi benteng oposisi untuk menurunkan popularitas pemerintah. Terakhir, pemerintah harus mewaspadai dampak dari kenaikan harga BBM. Di sinilah peran pemerintah diperlukan untuk menenangkan masyarakat agar tidak perlu panik menyikapi kenaikan harga BBM. Pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa dana subsidi BBM tepat untuk membantu mereka yang terkena dampak, terutama bagi rumah tangga menengah ke bawah. Hibah juga harus dialokasikan untuk daerah lain yang secara langsung bermanfaat bagi masyarakat, seperti pembangunan irigasi, subsidi pertanian, pembangunan jalan, pelabuhan, pemukiman, dll, pendidikan, kesehatan dan bidang lainnya. Subsidi bioenergi juga dapat digunakan sebagai alternatif penyaluran dana offset bahan bakar untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Yang tak kalah pentingnya adalah kerasnya upaya pemerintah melawan kegiatan ekonomi yang mahal di Indonesia. Kita tahu bahwa pemerasan, suap, dan penagihan utang menaikkan harga barang dan jasa di atas harga keekonomian. Juga perlu menghemat anggaran yang tidak terlalu mendesak.
Sumber: kompasiana.com