Minggu, 14 Agustus 2022 

TEMPO.COJakarta – Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menjelaskan bahwa penyaluran kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubdi sudah disesuaikan untuk kebutuhan nasional. Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menerangkan dalam setahun kuota untuk BBM jenis Pertalite yang disalurkan sebanyak 23,05 kiloliter tahun ini.

“Berdasarkan realisasi tahun lalu (disalurkannya), melihat pertumbuhan ekonomi, disesuaikan dengan ketersediaan kuota. Tahun 2022 ini ekonomi bangkit, kebutuhan naik,” ujar dia saat dihubungi Tempo pada Minggu, 14 Agustus 2022.

Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat Eko Kristiawan mengatakan peningkatan konsumsi pertalite dan solar terjadi belakangan.

Meski sempat terjadi keterlambatan pengiriman, saat ini berangsur normal. “Kami mengimbau masyarakat untuk selalu menggunakan BBM berkualitas dan ramah lingkungan serta yang sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraan, juga mengimbau agar penggunaan BBM harus sesuai dengan peruntukkannya,” kata dia.

Walau konsumsi pertalite dan solar meningkat, Pertamina tidak melakukan pembatasan atau pengendalian penyaluran BBM jenis tersebut. “Stok juga dalam keadaan aman,” tutur Eko.

Per semester pertama 2022 penyaluran BBM bersubsidi sudah melampaui 50 persen dari kuota. Kata Sekretaris Perusahaan Subholding Commercial & Trading PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, Pertamina belum menerapkan pembatasan pembelian Pertalite pada Agustus ini.

Sebab, perusahaan pelat merah di bidang migas tersebut masih menunggu proses revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang akan mengatur jenis kendaraan yang dapat mengakses BBM bersubsidi jenis Pertalite. “Kita masih menunggu revisi Perpres 191 dari pemerintah juga.”

Hari ini, Irto memastikan stok BBM bersubdisi jenis pertalite dan solar secara nasional masih tercukupi. “Kalo bicara stok nasional di Pertamina sebenarnya posisinya aman,” ujar dia saat dihubungi Tempo, 14 Agustus 2022.

Secara nasional stok pertalite ada untuk 17 hari ke depan, sementara stok solar 19 hari ke depan. “Dan terus diproduksi. Artinya stok secara nasional di Pertamina mencukupi,” tutur Irto. Namun ia tidak menjelaskan berapa banyak stok yang tersedia saat ini.

Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengungkapkan penyebab semakin sulitnya masyarakat mendapatkan bahan bakar minyak subsidi akhir-akhir ini, seperti Pertalite dan Solar. Salah satu penyebabnya adalah kebijakan pembatasan penyaluran BBM subsidi.

Achmad menjelaskan PT Pertamina (Persero) telah melaporkan realisasi penyaluran BBM jenis Pertalite per 31 Juli 2022 sudah mencapai 16,8 juta kiloliter dari kuota yang ditetapkan tahun ini sebesar 23,05 juta kiloliter. Dengan begitu, sisa kuota penyaluran katanya sudah sangat menipis.

“Artinya hanya tersisa 6,25 juta kiloliter yang hanya mencukupi penyaluran bulan Agustus dan September 2022 saja. Bahkan bisa lebih cepat lagi bila konsumsi dalam negeri tidak dikendalikan,” kata dia melalui keterangan tertulis, Jumat, 12 Agustus 2022.

Untuk BBM subsidi berjenis Solar telah disalurkan sebanyak 9,9 juta kiloliter dari total kuota yang telah ditetapkan tahun ini 14,9 juta kiloliter. Artinya, sisa penyaluran BBM solar juga tinggal 5 kiloliter. Oleh sebab itu, Achmad memperkirakan stok BBM kedua jenis itu akan sulit dicari pada September 2022.

“Akibatnya, bulan September tidak akan ada lagi Pertalite dan Solar di pasar dan hal tersebut merupakan kiamat kecil bagi masyarakat kecil ke bawah. Ini sebabkan masyarakat akan dipaksa beli BBM non subsidi yang lebih mahal,” ujar Achmad.

Achmad memperkirakan ada efek rambatan terhadap perekonomian masyarakat, khususnya yang selama ini menggantungkan biaya transportasinya pada BBM jenis subsidi. Efek ekonominya adalah, harga-harga akan ikut terkerek mahal.

Efek domino ini kata dia terjadi karena biasanya masyakarat dan mobil transportasi untuk mengeluarkan biaya bahan pokok membayar sekitar Rp 7.650/liter karena menggunakan Pertalite, tapi kini menjadi Rp 12.500 karena menggunakan Pertamax atau biaya BBM untuk transportasinya naik 64 persen saat Pertalite tidak ada di pasar.

“Kenaikan 64 persen tersebut sangat memberatkan masyarakat dan dampak berikutnya harga-harga bahan pokok akan naik karena naiknya ongkos transportasi. Tercatat pada pertengahan Agustus 2022 ini, publik sudah merasakan kelangkaan Pertalite di beberapa SPBU,” ujar Achmad.

Sumber: bisnis.tempo.co