Senin, 11 Juli 2022
Jakarta – Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, meminta seluruh dunia waspada. Ia menyarankan para pemimpin untuk lebih cermat mengatur keuangan negaranya, tak terkecuali Indonesia.
Berkaca dari kekacauan yang terjadi di Sri Lanka, Indonesia, kata Achmad, harus membangun kemandirian, terutama dalam pangan dan energi.
“Indonesia dan Dunia harus belajar dari apa yang terjadi di Srilanka,” katanya dalam keterangan yang diterima, (11/7).
Ia pun mengingatkan utang Indonesia yang melebihi angka Rp 7.000 triliun per Februari 2022.
“Angka tersebut sekitar lebih dari 40% PDB Indonesia. Melihat angka ini maka penggalian utang berikutnya akan mengancam Indonesia terperosok kepada krisis seperti yang terjadi di Srilanka,” kata Achmad mewanti-wanti.
Yang disayangkan, meningkatnya utang karena agresifitas pemerintah biayai infrastruktur. Tak hanya jalan Tol, tapi ada pula pembangunan IKN yang hingga kini belum ada investor besar.
“Indonesia harus bijak melakukan spending. Diakui bahwa spending pembangunan Infrastruktur nilai manfaat ekonominya sangat rendah bagi PDB Indonesia,” ujar Achmad.
Terlebih lagu, masyarakat kini sedang disulitkan oleh kenaikan harga beberapa barang pokok.
“Contohnya proyek seperti Kereta Api Cepat dan pembangunan IKN yang menyerap anggaran yang sangat besar tapi mempunyai manfaat ekonomi yang rendah,” klaim Achmad.
“Alihkan anggaran-anggaran yang ada kepada proyek-proyek yang dapat menciptakan kemandirian pangan dan energi sehingga Indonesia mempunyai ketahanan dalam menghadapi krisis pangan dan energi yang beresiko menciptakan krisis yang besar,” lanjutnya.
Pelajaran dari Sri Lanka
Meski IMF sudah ada komitmen melakukan BAIL OUT terhadap sebagian utang Srilanka. Namun ketidaksabaran rakyat yang sudah menderita kenaikan harga sejak Januari 2022 membuat komitmen perbaikan ekonomi sia-sia.
“Sekarang Srilanka tergantung seberapa smooth dan cepat proses transisi politik. Bila transisi kepemimpinan politik macet maka Srilanka akan menanggung resiko yang lebih besar lagi dimasa depan,” kata dia.
Menurutnya, tidak hanya ekonomi yang suram, masa depan negara Srilanka pun memiliki resiko tinggi untuk menjadi negara gagal.
Sumber: wartaekonomi.co.id