Opini

Kereta Api Cepat adalah janji presiden saat awal menjabat di tahun 2014. Berbagai statement skeptik muncul dari berbagai pihak saat itu. Tapi pemerintah tetap berambisi mewujudkan proyek ini. Dan yang terjadi proyek ini mangkrak hingga sekarang belum rampung. Bahkan meminta tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) lagi untuk tahun 2023. 

Bicara kereta api cepat harusnya pendekatannya Business to Business (B2B). Jika komitmen dengan skema awal B2B ini tentunya tidak perlu Penyertaan Modal Negara (PMN) dari APBN. Tapi pemerintah membandel, perencanaan pemberian PMN kepada KAI untuk proyek LRT dan proyek KCJB dengan total nilai 6,9 triliun di tahun 2021. 2,6 triliun untuk proek LRT Jabodetabek, Sisanya 4,3 triliun untuk base equity konsorsium BUMN dengan Cina dalam proyek KCJB. Jadi pemerintah itu sudah menanamkan modalnya 4,3 triliun pada tahun 2021.

Kini pada tahun 2022 mengusulkan untuk tahun 2023 sebesar 4,3 triliun untuk KCJB dari APBN. Ini tentunya memberatkan APBN. Harusnya ide membangun kereta cepat Jakarta Bandung ini dikembalikan kepada skema B2B tanpa APBN. Jadi pendekatannya adalah secara mandiri ditangani BUMN. Jika tidak sanggung maka dilakukan silusi saham. Dikurangi saham-sahamnya. Jika berkurang hingga dibawah 50% maka biarkan saja. Tapi kesimpulannya adalah BUMN ini tidak bisa memberikan keyakinan kepada investor bahwa KCJB ini feasible. Jadi tidak perlu dimasukan PMN jika proyek ini kedepannya diperkirakan akan merugi. Di tahun ini disarankan lebih baik exit saja dari proyek ini. Atau dikonversikan saja, dicarikan investor swasta untuk masuk.

Setidaknya ada 2 indikator kalau BUMN ini melakukan delusi saham. Pertama BUMN ini tidak secanggih yang dikira bahwa BUMN mampu mendatangkan investor mampu mendatangkan investor atau memperoleh pendanaan secara mandiri. Dan ternyata tidak sanggup. Akhirnya kembali meminta lagi kepada pemerintah. Artinya pengelolaan BUMN ini tidak tepat. Yang Kedua, ini menandakan bahwa proyek KCJB ini dipaksakan. Tentunya ada pihak yang memaksakan ini dan harus dicari siapa yang memaksakan ini. Yang jelas jika ingin melakukan dilusi saham seluruh PMN yang sudah masuk harus dikembalikan. Kalau tidak itu bisa jadi temuan, dan orang-orang yang terlibat bisa dijerat hukum, termasuk Menteri BUMN. 

Jadi uang sebesar 4,3 triliun itu lebih baik untuk menangani minyak goreng saja yang bermanfaat buat rakyat daripada digunakan untuk membiayai projek yang diproyeksikan akan merugi. Proyek ini direncanakan rampung pada tahun 2022 tapi ternyata minta suntikan dana lagi. Berarti dari awal perencanaannya sudah salah.